Cinta, Buta Situasi & Kondisi.

Siang ini gue pergi ke cafe disalah satu perumahan padat di Bekasi Timur. Buat makan siang sama temen deket gue, Tiany. Gue berangkat tanpa semangat yang biasanya gue bawa. Gue emang typecal orang yang lebih suka ngabisin waktu di rumah. Gue lebih suka sepi.

Gue sama Tiany udah temenan dua tahun lamanya. Dia sahabat gue. Kita biasa ngumpul berdelapan. Kita berdelapan emang ngumpul bareng terus. Gue bingung mau nyebut persahabatan ini apa. Gue ngga pernah mau nyebut ini semacam ‘Genk’. Cuma emang gue paling deket sama Tiany. Segala hal yang ngga bisa gue simpen sendiri pasti gue tumpahin ke tujuh orang ini, begitupun sebaliknya. Gue kadang ngabisin waktu sama Tiany tanpa enam orang lainnya, buat bahas hal-hal yang biasa jadi pembahasan Abg kebanyakan. Ya apalagi kalo bukan seputar cinta, cowok, sepatu, belanja, novel, film, topic twitter, lalu balik lagi ke cinta dan cowok.

Gue sampe di cafe, Tiany udah duduk di bagian indoor cafe. Tanpa ngulur waktu gue langsung nyamperin dia. Maksud Tiany ngajak gue lunch ternyata dia pengen cerita ke gue.

Wajahnya bingung. Gue ikutan bingung ngeliat dia bingung.

‘Hai Ny, gue lama ya?’

Gue narik kursi cafe dan duduk di depan Tiany. Gue ngambil buku menu buat pesan minuman. Tiba-tiba Tiany ngambil buku menu yang gue pegang dan nutup buku itu. Gue Cuma masang wajah bingung.

‘Dhi, lo tau ngga sih?’

Wajah Tiany antara bingung, gelisah, dan sedih.

‘engga Ny, gue baru dateng dan lo belom cerita.’

‘lo tau kan gue dikenalin sama Adit temennya Ania?'

‘iya, terus?’

‘lo tau juga kan kalo gue ngerasa nyaman dan tertarik abis sama Adit?’ 

‘tau, gue juga udah tau kalo lo ngarep abis sama Adit setelah lo PDKT satu bulan ini. lah terus apa yang perlu gue tau, Ny?’

Gue makin bingung di depan orang bingung.

‘Dua minggu yang lalu gue ketemuan sama Adit. Selama ini gue cuma BBMan dan telponan sama Adit. Orangnya sama asiknya sama yang di telpon atau BBM. Fun banget gue Dhi. Dia cerita banyak hal ke gue. Setelah gue ketemuan kita jadi makin deket. Gue ngerasa makin nyaman. Ya otomatis gue jadi makin ngareplah. Terus....’

Tiany menghela napas. Gue masih dalam kebingungan yang sama.

‘Terus...tadi malem gue jalan sama dia. Seru banget Dhi. Kita nonton, makan malam, ngobrol, bahkan bercandanya dia ngehibur gue banget. Pas dijalan pulang, Dia....’

Tiany menghela napas lagi. Mata dia menoleh ke cafe bagian outdoor. Entah apa yang dia liat.

‘ah apaansih? Ceritanya yang lancar dan jelas kek Nyyyy! Gue kepo.’

‘ Pas dijalan pulang, dia....dia nembak gue.’

Pandangan Tiany masih ke arah yang sama.

‘waw......selamet yaaaa. Aaa ikut seneeeeng!’

Respon gue excited. Gue megang tangan Tiany yang terkepal di depan tangan gue. Tapi Tiany ngga bales respon gue.

‘gue ngga seneng Dhi, gue ngga seneng.’

Tiany ngelepas genggaman gue. Dia nutupin mukanya pake kedua telapak tangan dia dihadapan gue. Tiany nangis. Bingung gue semakin menjadi. Tanda tanya yang dari tadi ada di pihak gue makin besar ukurannya.

‘Ny, lo kenapa? Cerita! Biar gue ngerti.’

Nada bicara gue terdengar simpati.

‘sampe akhirnya gue, tau kalo dia itu Aditya Putra, Dhi! Aditya Putra! Gue bingung.’

Tangis Tiany makin menjadi. Gue kaget setengah mati. Gue pikir dengan gue tahu, bingung gue bisa pergi gitu aja. Ternyata salah, begitu tahu, gue malah lebih bingung.

‘Jadi, dia Uta? Aditya Putra mantannya Lita?’

‘iyaaaaa, dia Uta mantannya Lita! Dan dia juga Adit orang yang udah buka hati gue lagi. Mereka orang yang sama. Ini cinta yang bego apa gue yang goblok sih? Gue udah nyaman banget Dhi sama Adit, gue udah berharap banyak sama Adit, tapi begitu harapan gue di depan mata, kenyataan nusuk gue dari belakang.’

‘ya ampun Ny.....’

Gue ngelus pundak Tiany.

‘kita berdelapan udah sahabatan bertahun-tahun. Kita udah kaya keluarga kan? Gue sayang sama Lita, gue sayang sama kalian semua. Gue nutup hati satu tahun lebih. Begitu ada yang bisa buka hati gue yang nyaris mati rasa, kenapa harus disaat yang tepat tapi di orang yang ngga tepat sih Dhi?’

Tiany masih dalam tangisan dia.

Lita, dia bagian dari kita berdelapan. Lita baru pertama kali pacaran waktu dia duduk di bangku kelas 3 SMP. Sama orang yang kita bertujuh cuma tau namanya. Namanya Aditya Putra. Dan Lita bilang, di SMP cowok itu akrab disapa Uta. Lita terlalu sayang sama Uta. Tapi sayangnya Uta ngga sama besar ke Lita. Lita masih punya perasaan yang sama buat Uta. Sekalipun Uta ninggalin Lita tiba-tiba dengan alasan yang ngga jelas, Lita tetap berharap Uta bisa balik lagi ke Lita. Lita ngga pernah nunjukkin foto Uta atau yang ternyata itu Adit ke kita bertujuh. Dia juga cuma bersedia cerita satu kali tentang Uta karena dia bilang dia lagi berusaha buat bisa lupa sama Uta. Sekalipun lama, sekalipun perlahan.

          Dan Tiany. Dia belum bisa membuka hati setelah lepas dari mantan terakhirnya. Tiany bukan Cuma sekali dikenalin sana-sini. Tapi respon Tiany selalu dingin. Tiany bilang mereka ngga bisa bikin dia nyaman. Dan pembandingan antara sosok-sosok baru dengan mantan terakhirnya masih dia lakuin. Tiany nutup hati dia udah cukup lama. Kurang lebih satu tahun.

Well, dari kalimat terakhir Tiany. Gue bikin kesimpulan kalo cinta itu buta situasi dan kondisi. Iya, buta situasi dan kondisi. Dan bener kata orang kalo cinta itu bisa datang kapan aja. Ya sekalipun ngga tepat.

Kita pasti pernah jatuh cinta. Jatuh cinta yang 'lucky' atau bahkan jatuh cinta yang 'unlucky'. Jatuh cinta 'lucky' yang gue maksud disini yaitu jatuh cinta yang berjalan mulus sesuai harapan. Sampai bisa punya hak kepemilikan atau status yang jelas. Sedangkan jatuh cinta 'unlucky' yang gue maksud ya semacam kisah Tiany ini. Jatuh cinta pada orang yang tepat, tapi di waktu yang salah. Atau sebaliknya, jatuh cinta di waktu yang tepat, tapi pada orang yang salah. Maka dari itu gue bilang kalo cinta buta situasi dan kondisi. Karena mungkin cinta emang datang sesuka hati.

Kita cuma perlu kacamata yang pas. Untuk selanjutnya bisa menilai ini cinta yang pantas atau engga. Dan yang terpenting, kita harus punya sudut pandang dan pemikiran yang panjang. Kalo Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang salah, untuk mempersiapkan kita sampai akhirnya dipertemukan dengan orang yang tepat, dan diwaktu yang tepat pula.

Bekasi, 13 Februari 2013.

Nidya Amalia.

Untitled

Pedih ini semakin keji menyayat hati

Nurani

Sepi

Nyaris mati!

Ketika aku tampak berbahagia

Tahukah, sayang?

Kau tertipu.

Jika kamu berfikir kamu sudah lekang.

Tahukah, kasih?

Kau salah.

Aku tersiksa atas kepura-puraan yang aku buat sendiri

Bekasi, awal 2012.

Diatas sobekan kertas kecil tanpa tanggal.

Nidya J

Dia

Jarum jam terus melaju pada alurnya

Angin terus beradu pada ruangnya

Debu terbang merayap lembut pada permukaannya

Dan aku, masih berdiri diam di tempat yang sama

Alam nampaknya mulai bosan

Mulai suntuk bahkan lelah

Sekedar menyadarkan aku

Tentang apa yang seharusnya aku raih

Yang tak pernah aku ambil alih

Ini tentang hati

Ini tentang tempat yang tak ada samanya

Tentang peraduan tiada duanya

Tentang ketulusan tanpa balasan

Tanpa paksaan

Tanpa tuntutan

Ini tentang cinta

Yang entah telah hilang

Atau masih tersisa

Dia

Kamar sayang.

5113

Nidya J

Monophobia

Aku duduk penuh peluh disudut ini

menekuk kedua kakiku lalu memeluknya

Menenggelamkan parasku ke dalamnya

Mataku menjelajah tanpa menoleh

Pada ruang hampa kedap suara ini

Disini gelap, hitam, legam, lebam.

Hanya ada satu sinar menyoroti mata.

Namun jauh dari jangkauanku.

Aku bosan diam di tempat

Jujur aku ingin melangkah

Membuka pintu

Lalu mengisi ruang baru yang lebih berwarna

tapi aku terlalu kelu melihat arah

semakin aku berlari
semakin aku melangkah pergi

semakin lelah aku mencari

aku seperti pengidap monophobia!

Aku takut sendirian!

Aku benci kesepian!

Tengah malam udara puncak

3113

Nidya J

Bunga Dandelion

Aku berada pada sabana luas tak bersudut.

Di kelilingi oleh semesta dan konspirasinya.

Disini berembun.

Embun tak perlu warna untuk melekat padaku.

Dan kamu tak butuh alasan untuk membuat aku jatuh hati.

Aku sedang menunggu ada jemari memetik aku lalu meniupkan aku.

Lalu aku lepas, terbang, bebas.

Terbawa angin.

Menelusuri setiap bagian bumi yang membawaku kesana,

Aku sedang menunggu.

Entah kapan saat itu tiba.

Entah kapan aku melepaskan bagian-bagianku untuk petualangan baru.

Aku, Dandelion.

Menunggu kamu membebaskan aku dalam belenggu penantian semu.

Puncak.

1113.

Nidya :)