Ada rasa bosan teruntuk
lagi dan lagi menghela napas lalu mengelus dada, penat. Sedemikian aku mencoba untuk
melulu berkata pada diri pula hati bahwa aku harus banyak mengucap syukur.
Syukur karena miliki pelengkap terlengkap sepertimu. Bukan aku ingin menjadi Pengeluh yang unggul, namun, Sayangku, keluhanmu terhadapku memalu paku tajam
pada otakku. Yang aku adalah dinding keras sedang kamu adalah Pemaku yang
lembut. Tancapanmu bertubi namun tak juga tertanam kuat, sakit sekali. Ketahuilah
aku ingin menjadi apa adanya aku lalu kau tetap mencintai keseluruhanku.
Aku tidak tahu harus
bagaimana sekalipun aku tahu aku salah. Aku lelah sekali berlaku salah, apalagi
jika benarku masih saja masuk hitungan salah. Sebagaimana ocehanmu yang
memusingkan itu, pula yang paling cepat aku rindu jika kamu mendadak membisu. Dinginku
mungkin sudah menjadi gunungan es padaku yang ingin sekali kau lelehkan, tetapi
ketahuilah bahwa kulit tanganku dan tatap mataku masih cukup bisa
menghangatkanmu. Aku makhluk Tuhan yang juga punya celah. Sepertimu.
Pada akhirnya aku
hanya dapat menghela napas, berkata aku penat, lalu tak sudah. Ini adalah kali
kesekian aku memusingkan diriku dimatamu, diriku bagimu, dan teruntuk kamu. Aku
ingin sekali menyamaratakan aku dengan kedudukanmu, kehebatanmu, juga ketulusanmu
dalam urusan mencinta, namu Kekasih, aku masih kalah karena terlampau banyak salah dan masih saja berlaku salah bahkan yang sudah-sudah.
Maka Tuhan ampuni aku
jika aku masih tak tahu diri atas nikmat-Mu, bahkan terhadap Penjaga yang
sedemikian rupa nyaris sempurna untukku namun aku masih mengucap keluhan. Kuharap
ini hanya kunjungan tamu. Tamu yang sesekali datang sebagai pelengkap bagi daftar
hadir cerita yang mampir kepadaku. Semoga penatku, hanya tamu.