“Selamat ulang tahun, Rama. Semoga semua yang kamu
cita-citakan bisa kamu capai ya.. amin.”
Aku termenung membaca isi pesan singkat itu. Terlebih karena
ucapan itu datang dari yang tak aku sangka akan memberi sebuah ucapan.
Hari ini usiaku bertambah, yang berarti waktu hidupku di dunia
berkurang. Cepat sekali waktu berjalan sampai-sampai aku merasa baru kemarin
aku terjatuh, karena baru belajar naik sepeda tanpa roda kecil bantuan diban
belakang, baru kemarin aku berteriak meminta uang bersama teman-teman rumahku
ketika pesawat terbang lewat diatas langit, bahkan merasa baru kemarin aku
dengan bangga memakai seragam putih abu untuk pertama kali diseumur hidupku.
“iya amin, makasih ya Dilla ucapan sama doanya..” balasku,
dan berharap akan mendapat balasan lagi.
Aku meraih tasku. Suara klakson mobil terdengar dari halaman
rumah. Aku bergegas mengambil jaket yang tergantung dipintu kamar dan beranjak
keluar untuk berangkat menuju kampus.
Selama melangkahkan kaki dari dalam kamar sampai luar rumah, aku tak
henti memandang layar ponsel, berharap balasan itu masuk, barharap balasan
pesan singkat itu akan ada walau sekedar berbasa-basi berkata ‘sama sama’ atau
kalau bisa bertanya kabar.
“woi brooo! Selamat ulang tahuuunn!!”
Aku mendapat sambutan kasar dari sahabatku begitu aku
memasuki mobilnya. Dia meraih leherku dan mengacak-acak rambutku yang kurasa
sudah rapih dengan wajah gemas dan girang. Aku hanya mengucap terimakasih
dengan senyum yang dipaksakan.
“kenapa lo Ram? Ulang tahun murung amat.” Tanya Adit padaku
sembari menyalakan mesin mobil dan perlahan melaju meninggalkan rumahku.
“Adilla ngucapin ke gue via sms, Dit. Tadi malem, jam 00:43,
guenya udah tidur kecapean ngerjain tugas kampus, baru gue bales barusan
sebelum gue keluar kamar, gue berharap banget dia bales sms gue lagi dengan
bilang samasama atau apa kek gitu Dit. Tapi sampe sekarang belum.” Jelasku.
“yaelah brooo, belum juga sejam. Tungguin aja kali.”
“Udah setahun gue nunggu kejelasan dari orangnya, sekarang buat balesan sms sesimple
itu aja, gue harus nunggu lagi.” Aku menghela napas panjang.
Adilla, dia teman satu kelas ketika aku SMA dulu. Aku
tertarik dan jatuh hati padanya, kapan persisnya aku tak tahu. Semenjak aku
menyadari ketertarikanku, aku melakukan berbagai cara untuk bisa mengenal lebih
jauh. Pernah suatu waktu aku dan Dilla mengunjungi event pameran buku, kebetulan aku dan Dilla memiliki kesamaan minat
pada buku dan membaca. Itu kali pertama aku menghabiskan waktu dengan Dilla.
Dibawah rintik hujan dan gumpalan polusi kota Jakarta aku menggulung waktu yang
kuharap dapat melaju dengan lambat. Aku tak pernah lupa moment itu, itu moment terakhir
sebelum, uhm...sebelum Dilla perlahan menjadi asing padaku, dan menjauh.
Aku tak tahu pasti apa sebabnya, apa salahku, atau apa
maksud darinya. Yang aku tahu, aku dilanda kebingungan yang tak terjawab. Aku
menerka dan menebak seorang diri. Sering aku meminta waktu untuk bertemu dan
bicara, walau aku hanya meminta sepermenit
dari waktu hidupnya tetap saja rasanya sulit. Sekalinya aku berhasil,
Dilla hanya berdiam diri dan menjawab sekenanya, atau memintaku cepat pergi dan
pulang. Padahal maksudku hanya ingin tahu apa salahku, aku meminta maaf, lalu
sudah. Jika memang maunya aku tak lagi datang mengusik, tentu aku tak akan. Untuk
apa aku memaksakan cinta jika memang tak ada? Untuk apa aku menunggu yang sudah
jelas tak ingin aku ada? Mengapa perempuan senang sekali memperumit keadaan
yang sebenarnya bisa saja tak menjadi rumit?
“Ram, dengerin gue. Sekarang gini ya, kalo lo emang beneran
punya salah yang fatal, ngapain Dilla ngucapin? Pasti Dilla bener-bener ogah
dong sama apapun itu yang berhubungan sama lo, apalagi sampe sms lo ngucapin
segala macem. Kalo tadi malem pas Dilla sms tapi elonya tidur, berarti emang
belum jodoh buat lu komunikasi lagi sama dia. Barangkali entar pas lo megang hp
terus tiba-tiba dia bales, baru tuh jodoh. Tenang bro, jodoh pasti ketemu.” Jelas
Adit panjang kali lebar. Lalu memarkirkan mobilnya dan melenggang menuju kantin
kampus.
***
Jodoh, pasti bertemu. Aku terngiang kalimat Adit tadi siang.
Aku merebahkan badanku diatas kasur, ini pukul sebelas malam dan aku baru
sampai rumah. Teman-temanku meminta traktiran ulang tahun yang membuatku pulang
telat hari ini, rasanya lelah, tapi senang juga bersyukur, Tuhan masih
memberiku kesempatan untuk bernapas sampai detik ini. Aku menatap langit-langit
kamar, lalu tibatiba saja ponselku bergetar. Dengan semangat dan penuh harap yang
meluap aku mengeluarkan ponsel dari saku celanaku, “semoga ini Dilla!” Kataku
dalam hati.
“Thanks Ram traktirannya, sukses terus yaaa... Rachel.”
Aku melepas ponselku dari tangan dan membiarkannya
tergeletak disamping lenganku lalu mengambil napas panjang. “Mungkin belum
jodoh” kataku, menenangkan diri sendiri. Badanku terasa remuk, aku terlelap
tanpa harap yang terpenuhi; mendapat satu balasan pesan singkat.
***
Mataku silau terkena paparan sinar matahari pagi, rupanya si
mbok membuka gorden kamarku yang membuat sinar matahari bebas masuk dan
membangunkan aku dari tidur lelap yang terasa singkat. Aku mengusap mataku dan
menguap beberapa kali, lalu melakukan hal yang biasa dilakukan orang-orang
ketika baru saja bangun tidur; mencari ponsel. Sebuah amplop berwarna kuning
terpampang dilayar ponselku, dengan nyawa yang belum berkumpul dan dengan
penglihatan yang masih buram aku membuka pesan masuk itu.
“sama sama, Ram. Apa kabar?”
Adilla membalas pesanku!
Aku segera membalas pesan itu dengan cepat dan bersemangat.
Berkata kabarku baik dan menanyakan bagaimana kabarnya. Aku tak sabar menanti
balasannya, aku memutar-mutar ponselku, mengganti posisi tubuhku, dan berkali
melihat jam, hingga di berpuluh menit selanjutnya masih tak ada balasan. Aku
mengecek pesan itu, dan melihat jam masuk pesan itu, ternyata pesan itu masuk
setengah jam setelah aku tertidur.
Hanya senyum kelu yang bisa aku ukir dibibirku. Mungkin
memang benar, apa yang dinanti tak selalu datang sesuai harapan, tak selalu
datang tepat sesuai perkiraan, tapi bisa jadi justru datang pada saat yang tak
dikira namun sesuai yang diimpikan. Jika memang aku belum jodoh untuk kembali
berkomunikasi, semoga suatu hati nanti aku jodoh untuk saling mengisi.
Ternyata, untuk saat ini, masih belum jodoh. Aku yakin, bagaimanapun dan
kapanpun, jodoh pasti bertemu.
Nidya
23 Februari 2014