Selasa, 29 Mei 2012

Lelah, Luka, Sendiri, Entahlah....


Aku tertawa menangis siapa peduli?
Hanya duri yang tertancap sementara
Lalu hilang entah kemana

Lidah membeku
Mengurai tanya yang menyeruak
Di hujani emosi yang tak tertampung
Mana pundak yang bersedia ku sandari?
Ah sayang, semua pundak telah termiliki
Lalu aku?
Terasing dengan luka yang kian menganga

Aku benci sepi
Apalagi sendiri
Tapi disini aku tak berkawan
Sebab aku memilih menyelinap pada sunyi
Karena sedang tak ingin mengenal riuh atau ramai
Sendiri saja aku lelah

Lalu luka? Apa tercipta untuk dibagi?
Ku nikmati sendiri
Siapa tahu esok pagi aku dewasa

Ada kupu menaruh madu pada putik
dia tak berkawan
dia sendiri
merengkuh madu manis pada si cantik

Akupun sendiri
menari pada langit milik nirwana
berdansa dengan melodi
merengkuh beban pada kelelahan
                                                                                                                      
Menuntut aku benci!
Mengeluh aku bosan!
Menangis aku tak sudi!
Mati aku tak siap!

Enyah saja semua tawa
Entah berlari ke arah mana
Terbawa angin atau ombak saja aku tak tahu

Yang aku tahu
Aku terdakwa dari luka yang aku buat
Aku tersangka dari penyesalan milik dia
Sebab aku di anggap paling berdosa
Bagi dia yang mungkin merasa terkhianat

Pasti dia memaki
Memaki aku dari kejauhan
Mengutuk aku tanpa kendali
Angin memberitakan itu padaku senja kemarin

Kenapa tak luapkan saja semua emosi itu?
Kirim dengan suara agar terdera!

Caci aku bila itu menyembuhkan lukamu
Aku tak berberat hati
Sebab oleh aku bukan luka itu ada padamu?

Lelah atas sikapku?
Nikmati saja
Barangkali aku mati untuk di kenang
Siapa yang tahu?

Entahlah, aku lelah menerka-nerka


Bedroom. 28-05-2012.
Nidya  :)

Sabtu, 26 Mei 2012

Burung Gereja di Teras Masjid


Aku mendengar itu
Kicau burung gereja pada teras sebuah masjid
Melompat-lompat pada bumi milik Dia

Aku melihat itu
Para jamaah yang memainkan tasbih di jemari
Membaca kitab suci dengan ketenangan hati

Kamu melihat aku
Memeluk kitab suci dengan pelukan pada dada
Menutup tubuh dengan selendang

Aku melihat kamu
Tersenyum hangat dengan salib pada lehermu
Menggenggam kitab yang tentu saja tak sama dengan kitabku

Dan mereka melihat kita
Seolah kita hina karna menikmati segala hal yang haram
Seperti kita tak layak untuk berjalan
Beriring
Berdua

Katakan pada mereka sayang
Bahwa aku bahagia
Bahwa kita menyatu
Bahwa kita bersama

Perjelas pada mereka sayang
Tentang apa yang kita lalui
Tentang apa yang kita jaga
Tentang apa yang kita pertahankan

Lalu Tuhan
Aku tahu Engkau satu
Aku tahu Engkau tak pernah sibuk
Apakah Engkau menyaksikan kisah kita?
Kisah aku dan dia

Apakah perbedaan harus di permasalahkan?
Apa bahagia hanya ada pada sesuatu yang sama?
Beri tau aku Tuhan
Tentang apa yang tak kita pertahankan
Tentang apa yang tak kita pahami
Sebab aku dan dia bahagia karna menjadi kita
Sebab berbeda yang mungkin membuat kita satu
Aku dan dia



Di kamar. Sebelum tidur. 25-05-2012.
Nidya :)
Inspired By: @putrirahmawti
@samuelandi    

Itu Dia, Aku Tau Dia


Aku masih ingat semua kronologi itu
Saat dia masih memanggilku sayang

Aku masih ingat tawa lepas dia
Saat dia merangkul aku
Dan mengabadikan moment itu dalam potret

Bahkan aku masih menyimpannya
Sampai sekarang
Saat ini
Aku masih

Aku mengenal dia
Dia yang kini merangkul kamu
Memperlakuakan kamu bak permaisurinya
Akupun pernah diperlakukan seperti itu
Dulu
Pada masa lalu

Aku tahu dia
Sebongkah tubuh yang membuat aku
Sering  mengais –ngais masa lalu
Mengenang segala hal
Yang memang sudah menjadi kenangan

Itu dia
Mantan kekasihku yang kini menjadi kekasih kamu

Apakah dia masih sama hangat seperti dulu?
Bagaimana dia merayu kamu saat merajuk?
Apakah masih sama seperti dulu?
Aku ingin tau
Sebab aku tau dia

Nikmati semua hal itu, Cantik
Hal dari dia yang membahagiakan kamu
Sebab aku sudah tak lagi
Tak lagi bisa karna tak berhak

Siapa aku?
Potongan kisah kecil dalam hidup dia
Yang mungkin
Bagi dia kini tak ada arti

Aku masih ingat punggung itu
Yang menjauh pergi dari sisiku
Aku masih ingat wangi itu
Wangi yang memeluk aku ketika air mataku tumpah


Itu dia, aku tau dia
Penggalan kisah lalu
Yang sampai saat ini masih tak berlalu


Di kelas, Pelajaran Fisika, 26-05-2012.
Nidya :)
Inspired By: @febbeeh

Kenapa Masih Kamu?



Kenapa masih kamu?
Alasan mengapa aku sendiri
Tak terikat pada janji

Kenapa masih kamu?
Penyebab aku menyukai masa lalu
Yang tentu saja disana ada kamu

Kenapa masih kamu?
Paragraf wajib pada cerita ku untuk siapapun itu
Entah ingin tau ataupun tidak aku tak peduli
Tetap mereka harus ku beri tau tentang kamu

Kenapa kamu?
Kenapa aku?
Kenapa kita?
Kenapa kamu pergi?
Kenapa aku menanti?
Kenapa kamu tak menjawab?

Aku takut kamu bosan
Karna aku terjerat tak mau lepas
Pada keindahan cinta yang dulu kamu tuai

Aku takut aku bosan
Bosan mencintai segala hal yang membuatku mencintai kamu

Tapi aku tak takut
Bila aku temui alasan untuk bisa menggantikanmu
Lalu aku pergi
Sendiri
Menjauh
Dan berlalu

Tentu saja tanpa kamu


Kamar Pink. 25052012.
Nidya :)

Untuk Kamu Lelaki Kesepian


Sepi
Bukankah itu kawanmu?
Bukankah kalian sudah begitu karib?
Lalu mengapa masih mengeluh jika aku tinggal pergi?

Sepi
Aku tau bagaimana rindu yang menguap karna sendiri
Begitu karam sampai temaram
Untuk itu ada cemas yang terselip pada sunyi

Jadikan ini sebagai hal lazim sayang
Aku terbiasa pergi sesuka hati
Datang semauku lalu pulang tanpa permisi
Sebab aku tak paham setia
Sebab aku suka mengembara
Mengembara pada hati yang sekejap aku singgahi

Dan kamu lelaki yang mengaku kesepian
Nikmati saja sepimu seorang diri
Membuncah perlahan dengan rasa yang ku rasa tak kunjung padam
Mengapa bara itu tetap kamu nyalakan?
Sedang sang kayu telah melebur menjadi abu

Dan untukmu lelaki yang mengaku kesepian
Aku ucapkan selamat tinggal
Bukan untuk perpisahan
Sebab mungkin nanti aku kembali
Bermuara pulang pada kekosonganmu
Yang karam
Perlahan
Lalu tenggelam


Sampai nanti, sampai jumpa lagi
Tetap menanti, mungkin nanti aku kembali


Di kamar, Tengah malam, 25-05-2012.
Nidya :)

Jumat, 25 Mei 2012

Tuhan, Aku Meminta.....

Tuhan, aku yakin hanya Engkau yang benar-benar memahami aku. Bahkan akupun tak sepenuhnya menguasai atas kendali diriku sendiri. Aku membutuhkan tuntunan dari-Mu. Aku tak pernah benar-benar paham atas apa yang aku perbuat. Aku hanya memahami penilaian diriku lewat bahasa tubuh atau sedikit sajak yang dibuatnya. Entah yang sengaja diperuntukkan untuk aku atau bukan. 

Aku menghargai setiap hati yang menaruh aku disana. Hanya saja aku tak paham bentuk penghargaan macam apa yang sepatutnya aku beri. Dia dan dia, anggap saja begitu. Seperti menuntutku lebih, Tuhan. Seperti mengharuskan aku untuk menjadi apapun yang di inginkannya, seperti pamrih karena telah menaruh aku pada hatinya. Apa aku meminta? aku rasa tak pernah. Aku tak bermaksud angkuh atas hal ini. Sungguh tak ada maksud, tapi bukankah Engkau tau Tuhan sosok mana yang aku maksud? aku yakin mata-Mu tak pernah lalai atas segala hal yang Engkau gariskan harus terjadi padaku. Bukan inginku menelantarkan yang memerhatikan aku. Katakan saja aku mengagumi yang lain. Ini salah ku? jika memang salah, buang kekaguman ini dan pindahkan pada sosok yang seharusnya. Tolong atas tangan-Mu saja, sebab aku tak mampu memindahkan kekaguman ini oleh diriku sendiri. 

Aku terperangkap pada ketidaktahuan harus bagaimana. Sampai aku memilih untuk diam dan sendiri saja. Diamku yang secara tak langsung membuatku acuh pada tubuh yang memerhatikan aku. Sampai kalimat itu terdengar pada indra yang Engkau pinjamkan untukku. Berkata bahwa aku tak pernah menghargai sosok yang menyayangiku. Berkata bahwa aku terlalu memberi luka pada yang ingin membahagiakan aku. Dan katanya aku menerbangkan terlalu tinggi lalu aku hempaskan ke darat. Seperti itukah? Jika iya, ampuni aku Tuhan.......

Lantas aku harus seperti apa Tuhan? membalas dengan keterpaksaan atau rasa kasihan? apakah setiap rasa selalu menuntut balasan? jangan beri luka padanya, Tuhan. Beri saja luka pada diriku seorang. Biar aku ikut merasakan apa yang dirasakannya. Sebab aku tak tau bahkan benar-benar tak tau harus bagaimana.

Bahagiakan sosok itu seperti sosok itu ingin membahagiakan aku. Buat dia tau bahwa diapun ikut menelantarkan hati yang menantinya. Beri tau dia Tuhan bahwa luka yang aku beri karna tak membalas dengan rasa yang sama secara tak sadar telah dia tuai pada tubuh lain yang menyayanginya. Buat dia tau tentang itu Tuhan, agar aku tak selalu menjadi objek yang paling bersalah. Jika dia bertanya padaku bukankah rasa harus berbalas? tolong suruh dia agar menjawab tanya itu pada hati yang juga mengejarnya.

Tuhan, bantu aku, dia dan setiap hati yang memang ingin, agar mampu melepaskan dan merelakan. Lunturkan secara perlahan setiap rasa yang menjelma menjadi obsesi yang tak baik. Agar tak ada lagi tuntutan rasa yang sebenarnya tak mutlak berbalas. Agar tak ada lagi keluhan atas penantian yang melelahkan. Agar air mata tak lagi tumpah. Tolong Tuhan, Aku Meminta. sebab aku tahu, Engkau tak pernah lengah, sedikitpun......

Bantu aku, dia, dan mereka agar tau bagaimana cara melupakan tanpa harus membenci. Buat kami paham bagaimana cara menerima kenyataan bahwa rasa tak selalu sama dan berbalas sama besar. Beri tau kami Tuhan bagaimana caranya. Sebab aku, dia, dan mereka, lelah memahami sesuatu yang tak ada jawab semacam ini. Bagaimana kami hidup sedangkan kehidupan yag kami hidupi tak kami pahami? Ah sudahlah, aku terlalu senang bercerita padaMu. Jadi, Tolong Tuhan, Aku meminta........






Bekasi, setengah mendung. 25-05-2012.
Nidya :)


Selasa, 22 Mei 2012

Art Latte Coffee ♥

Do you like Coffee? :9























Rabu, 16 Mei 2012

Kamu

Seperti berada pada persimpangan. Berlanjut? Kembali? Atau berhenti? Ya. Seperti itu. kekaguman yang berlebih memang tak baik. Pengharapan yang berlebih apalagi. Penantian tanpa tepi semacan ini juga sama. Apa ini mauku? Bukan.

Aku. Menyudutkan diri pada satu sudut. Sudut dimana aku bisa melihatmu dengan jelas, memperhatikanmu diam-diam, dan tak ada hal lain yang mampu aku lakukan selain itu. Pecundang!Ketika aku muak dengan waktu dan segala hal yang terjadi, seperti Tuhan belum mengizinkan aku berbahagia. Berbahagia untuk memiliki kebahagiaan yang kini ku nanti, kebahagiaan yang ku perhatikan dalam diam, tertumpuk rasa malu dan keadaan tak berdaya, dan tersimpan dalam kerahasiaan, kau tau apa? Kamu.


Ketika aku mencapai lelah dan ingin berhenti. Atau memindahkan pengharapan ini pada objek yang lebih pasti. Menyimpan semua harap hanya sebatas kenangan. Membakar semua rindu yang tak pernah sampai pada ujung lidah. Memaki diri karna hanya berdiam diri. Ada hal yang melarangku dan meneriaki aku seperti aku harus tetap mengharap. Seperti aku melihat diriku sendiri tertawa lepas di sampingmu, menaruh ketenangan dalam dekapanmu. Bayangan rasa bahagia seperti itu membuatku bertahan. Rasa ingin untuk memilikimu masih bersarang pada lubuk ini. Lubuk yang di peruntukkan untuk kamu. Sebuah ruang yang disana ada kamu. Hati.


Seperti menebak langit abu-abu. Menghitung bintang. Melihat kabut dari kejauhan. Memeluk angin. Dan menyentuh asap. Persis seperti itu. Tak pasti. Nyata namun tak dapat teraba. Ada namun hanya mampu dilihat. Mengapa kamu harus seperti langit abu-abu, kabut, angin, atau asap?


Aku tak pernah tau kapan penantian ini akan sampai pada titik jenuh dan menyerah. Aku tak pernah paham apa yang menguatkan aku untuk tetap mengharap. Bagaimana rasanya menjadi kamu? Dinanti, diharap, di kagumi dalam sebuah kerahasiaan yang tertutup rapat. Aku ingin tau. Apa aku tampak bodoh dari pandanganmu? Jangan beri aku kebahagiaan semacam itu. Kecil, tak banyak, namun berkali-kali. Sebab lagi dan lagi itu menambah kekuatan pada benteng pertahananku. Adakah sedikit tentang aku yang kau ketahui?


aku tak pernah benar-benar lelah. Hanya terkadang rasa lelah itu singgah. Jangan salahkan aku tentang rasa ini. Sebab siapa yang mampu menyuruh perasaan untuk datang, pergi, atau sekedar mampir? Aku rasa tidak ada.


Aku ucapkan selamat kepada debu dan rindu, karna mereka begitu banyak hingga mampu membuatku sesak. Aku ucapkan selamat kepada peluh, yang entah barapa kali menetes tetapi tak lelah mendamba. Dan ku ucapakan selamat kepada luka, sebab tak mengeluh meski perihnya semakin menjadi.



jadi, aku memang tak pernah benar-benar paham. Yang aku tau, semua ini mengatas namakan kamu.

Ya. Kamu.

Ditulis oleh         : Nidya Amalia (@nidyaams)
Pada                   : Rabu, 16 Mei 2012.
Terinspirasi dari : Desy Luthfi M (@echiill)


Yap. tulisan diatas gue tulis buat Echil. karna ceritanya tentang Echil.
see yaa ;)

Sabtu, 12 Mei 2012

Ini Apa? Cinta? Emang Kaya Gini?

"Tulus. perasaan tanpa dasar dan alasan."

"Dia terlihat sempurna karna cinta, dan cinta yang membuat dia tampak sempurna."

"Tak akan ada yang memisahkan kita. kecuali Tuhan dan maut."

"Apakah Tuhan menyaksikan kisah kita berdua?"

"Aku menyayangimu, hari ini, besok, dan ku harap seterusnya."

kutipan di atas udah ngga asing di denger. persepsi tentang perasaan emang ngga ada abisnya. tapi perasaan seseorang bisa aja abis. gue inget kutipan dari novel roman indonesia, kalo ngga salah kutipannya kaya gini :

"abadi tak ada pada mereka yang hidup. termasuk perasaan. kalau tak luntur, berarti mati."


yap. banyak banget alasan buat seseorang pergi dari hidup kita. lebih tepatnya bukan orangnya yang pergi, tapi perasaannya yang lari. entah lari ke orang baru, balik ke orang lama di masa lalu, atau mungkin rasa bosen yang bikin feeling jadi luntur. waktu feeling masih utuh, berasa dunia milik berdua. pas masih sama-sama sayang-sayangan, eeehhh pas udah putus anjing-anjingan -__- hal kaya gini udah bener-bener lumrah. di bilang aneh? ya....iya. tapi kalo di bilang ngga wajar? wajar wajar aja ah. labil? emang :3


kita di tuntut ngga mau. tapi tanpa kita sadar ngga jarang kita nuntut doi buat jadi apa yang kita mau.
"kamu iteman yang, putihin lagi dong biar cantik."

"rambut kamu udah gondrong. potong gaya ini deh biar ganteng."

"banyak banyak makan sama minum susu ya biar badan kamu montok. kan sexy yang hehe."

"kamu gemukan, diet deh yang biar cantiknya balik."
 apa-apaan ini???? -___- *istighfar


cewek dan cowok tertentu pilih-pilih dalam hal pacaran. maunya sama yang ini. harus yang itu. dan bla bla bla. ada yang pilih-pilih karna emang ngga mau salah pilih. ada yang pilih-pilih dengan alesan buat meminimalisir rasa sakit yang bakalan dia dapet. dan ada yang pilih karena emang maunya sama orang-orang pilihan, misal maunya sama yang tajir atau sederajat biar langsung dapet restu, maunya sama yang ganteng/cantik, sama yang fulgar, sama yang bisa "di apa-apain", atau mungkin maunya sama yang famous/populer. terus? buat apa ada istilah "cinta itu apa adanya dan tanpa alasan" ??????
lo ngerti? gue engga ngerti loh ._.v


aneh. emang aneh. bahkan bener-bener aneh. dan kenapa di era zaman sekarang seorang anak harus dewasa sebelum saatnya? kenapa??? kenapa kaya gitu???? rawwhh!! temen gue dari jaman TK udah pacaran. sekarang dia SMA dan punya koleksi mantan kurang lebih 50. sedangkan gue? ha-ha-ha-ha. gue single, jalan-jalan di alun-alun Bandung sendirian. ngeliat dua sejoli yang gue gatau dia siapa, dan dia gatau siapa gue lagi jalan berdua di alun-alun pake seragam sekolah yang bawahannya 'masih warna merah'. gue ulang, 'ma-sih-war-na-me-rah'. aw, cubangeeeettt loooeehhh.........


ada yang kalo putus ngga ada beban, ngga lama dari putus langsung dapet yang baru. ada lagi yang kalo putus langsung di jadiin beban, galau.....stuck....ngga bisa move on...ngemis balikan....dan lain-lain. kalo masih sayang juga ngga bakal minta putus. kalo doi minta putus kemungkinan udah ngga sayang, atau bahasa halusnya, perasaan doi udah ngga kaya dulu. bisa jadi luntur karna sifat dan sikap lo, luntur karna bosen, atau luntur karna pihak ke tiga. udah jelas kaya gitu kenapa masih ngarepin? gue pernah kaya gini. mantan pertama gue, jaman rok biru. dan gue ngga ngerti alesannya apa. untung sekarang gue udah move on........ B') lo udah move on belum? mau sampe kapaaaan? emang ngga capek nunggu teruuus? masi banyak ikan di laut bro. emang dia galauin looo? emang dia mikirin looo? inget aja belum tentu :p muahahahaha. dan hal paling ngga lucu dari kata move on, adalah: "mantan move on duluan"


jadi, ini apa? cinta? emang kaya gini? :|



Jumat, 11 Mei 2012

Short Story: The Eyes

jadi....gue dapet tugas dari ketua excul gue, namanya Kak Ani. nah tugasnya itu di suruh bikin skenario short movie. satu kelompok 3 orang. yaudah, akhirnya hari kamis kemaren gue sama anggota kelompok gue mulai bikin skenario. ide cerita dari gue, editor dan pengetikan juga gue, dan dua partner gue Febby dan Lia bertugas nyusun susunan kejadian dan penentuan bahasa atau kata-kata. sebelum bikin skenario, kita bertiga buka YouTube dulu, pengen liat contoh short movie kaya gimana. dan kita milih short movie tanpa dialog. alur ceritanya dituntun sama pemeran utama yang jadi narator. setelah selesai, kita bermaksud buat ngumpulin. dan ternyata, ketua excul mading di sekolah gue itu, maunya skenario dengan dialog. akhirnya ngga jadi di kumpulin. dan kita berencana ganti skenario yang sampe sekarang belum di buat. dan skenario yang salah itu gue posting di sini. nih ceritanya....... ---->


The Eyes


Sore itu aku menapaki barisan kayu pada dermaga di ujung pantai. Menyaksikan langit merubah panorama menjadi jingga. Aku seorang diri, nampak berdua dengan bayang kaki yang menempel. Aku menyusuri sisi dermaga. Melangkah perlahan dengan burung pada dermaga yang meramaikan senja itu. Di sudut lain ku dapati seorang lelaki dengan tangan yang menggenggam sebuah kamera. Menangkap peristiwa yang tengah ia potret. Dan aku, termasuk dalam peristiwa yang ia abadikan dalam bentuk gambar. Aku acuh meski tersadar.


Tak pernah ada yang mampu menebak garis takdir yang di tuliskan oleh Yang Maha Agung. Berbagai pertemuan tanpa rencana. Berbagai prahara tanpa izin akan berkunjung. Berbagai akhir tanpa suara. Begitupun dengan hal ini. Entah kebetulan apa yang menjadikan hal kecil sebagai mula dari hubungan yang kini telah berlanjut. Lelaki itu, lelaki dengan kamera pada genggamannya. Masuk ke dalam hidup yang aku singgahi. Menjadikan aku sebagai objek favoritnya. Dan ia menjadikan aku sama halnya dengan jingga yang ku nanti setiap sore. Namun berbeda, dia tak menanti jingga untuk di potret, tetapi aku.


Aku dan dia, bersama dalam hubungan lebih dari sekedar teman. Berbagi kebahagiaan dalam pelukan dan tawa. Kita bersama-sama dalam waktu yang tak sekejap. Aku lalui hari dengan sosok dia sebagai pendamping sisiku yang kosong. Aku menyayangi dia. Sama seperti dia menyayangi aku dan potret yang ia pajang pada sisi ruang itu. Sepetak ruang milik kita berdua, yang bercahaya remang dan di hiasi berbagai moment kebersamaan kita.
Dari sekian gambar yang telah terekam dalam lensa, aku memiliki satu yang paling ku suka. Hanya satu, ketika aku duduk pada sisi dermaga tempat pertemuan pertama itu terjadi. Tapi tak ku dapadi foto itu pada sudut dinding manapun. Aku mengelilingi setiap sudut, sampai rasa ingin tahuku memuncak pada satu lembar yang terlihat pada celah botol-botol cairan di bagian lemari atas. Aku menarik lembar itu dengan kaki yang berjinjit. Sampai hal tak terduga itu membuat duniaku menggelap.


Aku terbangun pada ruangan yang baunya tak ku suka. Seperti  berbau obat namun ruang itu sangat gelap. Aku tak mendapati sosok manapun pada pandanganku. Aku terperanjat karna hanya nada yang ku tangkap. Ada apa dengan mataku? Kemana larinya para cahaya? Ku dapati ketenangan berkat cairan yang di suntikkan pada lengan kiri.


“Navella buta, bahkan permanen. Cairan itu terlalu keras. Tak ada peluang lain selain pendonoran mata.”

Aku seperti tak ingin hidup. Seperti ingin memaksa nyawaku untuk pergi meninggalkan raga. Hanya mereka yang ada di ruangan itu, orang tua, dan sahabat-sahabatku. Ku dapatkan kembali semangat untuk hidup dari peran serta sahabat-sahabatku. 


Yang meyakinkan aku bahwa dunia masih memiliki warna. Meski aku harus menerima masuknya  retina dari tubuh lain. Aku menjalani serangkaian proses yang sebenarnya tak ingin ku lalui. Hanya karna semangat yang di berikan Tuhan melalui orang tua dan sahabatku. Sampai akhirnya proses menyakitkan itu berakhir dengan torehan bahagia. Aku kembali melihat orang-orang yang ku sayangi. Melihat tangis haru orang tua dan sahabat ku. Aku kembali melihat jingga, melihat burung pada sisi dermaga,dan melihat mentari kembali pada peraduannya.


Satu hal yang sedari awal tak ku lihat. Kemana sosok dia? Aku tetap ingin melihat dia, meski dia tak berada sama sisi dengan orang tua dan sahabat-sahabatku, ketika aku terpuruk jatuh. Aku merindukan sepetak ruang itu. Ruang yang pertama kali membuat cahaya lari. Kemana dia? Aku ingin memeluknya barang sebentar saja. Aku berarah lari pada dermaga pertemuan pertama itu. Langkahku tak mampu ku perlambat. Sebab rindu ini semakin membuat aku sesak. Seperti tak tercipta lagi oksigen pada ruang bumi ini. Angin tampak kencang karna berlawanan arah dengan tubuhku. Sampai aku mengerti bahwa angin ingin menunjukkan aku pada kenyataan. Aku berhenti berlari, dan memusatkan pandanganku pada selembar potret yang ku kenal tepat di depan kakiku. Pada selembar potret itu ada aku, tengah duduk pada sisi dermaga. Potret itu tak sempat ku tempel pada dinding ruang milik aku dan dia. Sebab, duniaku terlanjur menggelap. Ku ambil dengan tangan bergetar. Mengapa potret itu ada di sini? Apakah dia ada di sini sambil menanti jingga?


Air mataku tumpah tampa izin. Aku terlalu kelu untuk berkata. Dengan langkah yang terasa berat, aku melangkah penuh ragu. Menuju kursi kayu yang ada di depan sana. Ku taruh selembar potret itu pada sisi kanan. Sebab sisi kiri telah terisi. Ingin ku sentuh pundak sosok yang menempati sisi kiri, belum sempat ku sentuh, sosok itu beranjak pergi. Pergi dengan tongkat kayu yang menopang langkahnya. Aku terjatuh pada deretan kayu dermaga itu. Rindu yang tadi menyesakkan kini menjadi menyakitkan. Semua warna dan cahaya yang dipantulkan pada mataku, sesungguhnya bukan milikku. Melainkan milik dia, lelaki yang menjadikan aku sebagai objek favoritnya. Yang kini melangkah jauh dari aku dengan tongkat dan dunia baru dia yang gelap.

       The End....



Created by :

Febby N. Septiani
Lia Elviany
Nidya amalia

oke, kaya gitu ceritanya. jadi si cowok itu yang ngasih donor mata. tapi dia ngga mau masuk lagi ke kehidupan Navella. mungkin bagi cowok itu, dua mata dia di tubuh Navella udah cukup sebagai pengganti kehadiran dia. ironis.... 

The Light


Pagi itu aku duduk di bawah pancaran cahaya pagi pada sisi yang ku suka. Menyilaukan sebagian pandanganku karena terik pagi yang membuat bola mata tampak kecoklatan. Arah pandangan ku tertuju pada satu titik. Namun pikiranku melaju mundur pada segala hal yang ku lalui sebelum hari ini. Betapa aku hidup pada surgawi dunia, yang bila kata syukur berjalan seiring dengan kenikmatan hidup yang ku punya.

 Aku menyukai cahaya. Karena cahaya yang membuat duniaku tampak berwarna, karena cahaya membuatku jauh dari hal yang menggelapkan pandangan, karena cahaya yang membuatku tahu bahwa dunia tak hanya memiliki satu warna, karena cahaya pula aku bertemu pada hal yang tak akan ku temui pada ruang gelap. Aku manusia, dan aku hidup pada kehidupan yang unsurnya mutlak memiliki cahaya.

Bulan. unsur cahaya pada malam gelap. Perantara pemantulan cahaya dari matahari sekedar untuk menerangi dunia yang ku hidupi, bahkan ketika mata menutup dan menggelap. Sampai sumber cahaya terbesar ciptaan Yang Maha Luhur mulai muncul ke permukaan bumi untuk menyinari hari setiap umat-Nya. Awalan yang cerah untuk setiap peristiwa yang akan ku lalui setelah kicau burung atau suara ayam berkokok yang mengembalikan nyawaku pada jasadnya yang di tinggalkan untuk sementara waktu. Aku percaya, Tuhan tak pernah salah atas perhitungan-Nya menuliskan suatu garis hidup dan atas segala karya indah pada semesta. Untuk itu, aku berpikir bahwa Tuhan menghidupkan ku pada celah semesta jagad raya yang tak salah.

Kedua orang tuaku, aku perantarakan sebagai sosok mentari. Sumber cahaya terbesar pada semesta dan penghidupan bagi yang di hidupkan. Mentari, asal mula lahirnya cahaya pada semesta dan alam. Aku cahaya yang dikirimkan menuju bumi dan berasal dari mentari. Anggap saja filosofi kedua orang tuaku sama tempatnya dengan mentari.

Aku memiliki cahaya lain, yang ku beri nama Sahabat. Ku perantarakan sosoknya seperti bintang. Memiliki bentuk indah yang sempurna untuk ku abadikan dalam gambar atau potret. Memiliki cahaya penerang yang membuat warna pada langit bumi ku yang gelap sementara waktu. Menemani gelap malam yang sunyi dengan sinarnya. Melindungi aku dalam ruang gelap yang tak berarah. Memeluk aku dalam tarian indah dalam mimpi. Tetap bersinar meski aku terjaga dari tidur ku. Selalu ada, mesti hadir separuh waktu. Kadang pergi menghilang tanpa kabar ketika langit murka dan menggelap. Menampung amarah yang di tuangkan melalui kilat. Kemudian runtuh menjadi air mata pada bumi yang di sebut hujan. Namun setelah hujan bintang akan kembali, sekalipun tak menyempatkan diri untuk kembali, akan hadir dalam sosok pelangi pada siang atau pagi hari. Sama seperti sahabat. Yang tak selalu terang, yang tak selalu ada untuk kita karna di sebukkan dengan dunia miliknya sendiri. Namun mampu melindungi, menemani, menjaga, dan memberi arah pada jalan yang menyesatkan kita.

Ada cahaya lain yang seharusnya ku punya, kekasih. Aku menjadikan Bulan sebagai penjabaran atas arti sosok dia pada hidup yang ku singgahi. Mengapa bulan? Sebab dia utuh, hanya satu, tak seperti bintang yang sulit untuk dihitung. Dia menjaga malamku, yang bila dia tak ada, hanya akan ada jutaan titik kilau bintang di atas langit. Tampak tak sempurna, dan kekurangan sumber cahaya lain. Yang jika dia tak hadir, akan ada penantian atas kehadirannya.

Bagaimana bila aku mengarungi hidup dengan ketidaksempurnaan pandangan? Buta misalnya. Mampukah aku belajar menyukai gelap yang sesungguhnya ku takuti? Mampukah aku meraba arah tanpa cahaya? Mampukah aku tertawa dalam ruangan yang hitam karena gelap? Bisakah aku mengagumi bulan, bintang, dan mentari yang sekedar mengetahui hadirnya namun tak melihat cahayanya? Akan ku perantarakan seperti apa sosok-sosok pelengkap hidup bila aku hanya mengenal gelap? Pernahkah aku bersyukur atas dua panca penglihat yang Tuhan pinjamkan untukku? Sampai kapan aku akan mengeluh dengan pandangan yang kian buram? Padahal tercipta lensa untuk memperjelas pandangan yang buram.

Aku hina karna selalu menuntut. Menuntut hal yang sempurna, sedang yang ku punya lebih sempurna bila di bandingkan dengan sesamaku yang kurang beruntung. Aku terlalu mendengak ke atas sampai aku lupa menolehkan pandanganku ke arah bawah. Aku ingin seperti dia, dia, dan dia. Anggap saja begitu karna terlalu banyak sosok dia yang membuatku iri hati. sedang yang lain tak jarang berkata ingin seperti aku. Aku seperti tak ingin menjadi aku, dan manusia selalu ingin seperti yang lain kecuali dirinya sendiri. Ya, kecuali dirinya sendiri.

Bekasi. Senin, 7 Mei 2012.
Nidya :)