Seperti berada pada persimpangan. Berlanjut? Kembali? Atau
berhenti? Ya. Seperti itu. kekaguman yang berlebih memang tak baik. Pengharapan yang berlebih apalagi.
Penantian tanpa tepi semacan ini juga sama. Apa ini mauku? Bukan.
Aku. Menyudutkan diri pada satu sudut. Sudut dimana aku bisa
melihatmu dengan jelas, memperhatikanmu diam-diam, dan tak ada hal lain yang
mampu aku lakukan selain itu. Pecundang!Ketika aku muak dengan waktu dan segala hal yang terjadi,
seperti Tuhan belum mengizinkan aku berbahagia. Berbahagia untuk memiliki
kebahagiaan yang kini ku nanti, kebahagiaan yang ku perhatikan dalam diam,
tertumpuk rasa malu dan keadaan tak berdaya, dan tersimpan dalam kerahasiaan,
kau tau apa? Kamu.
Ketika aku mencapai lelah dan ingin berhenti. Atau memindahkan
pengharapan ini pada objek yang lebih pasti. Menyimpan semua harap hanya
sebatas kenangan. Membakar semua rindu yang tak pernah sampai pada ujung lidah.
Memaki diri karna hanya berdiam diri. Ada hal yang melarangku dan meneriaki aku
seperti aku harus tetap mengharap. Seperti aku melihat diriku sendiri tertawa
lepas di sampingmu, menaruh ketenangan dalam dekapanmu. Bayangan rasa bahagia
seperti itu membuatku bertahan. Rasa ingin untuk memilikimu masih bersarang
pada lubuk ini. Lubuk yang di peruntukkan untuk kamu. Sebuah ruang yang disana
ada kamu. Hati.
Seperti menebak langit abu-abu. Menghitung bintang. Melihat
kabut dari kejauhan. Memeluk angin. Dan menyentuh asap. Persis seperti itu. Tak
pasti. Nyata namun tak dapat teraba. Ada namun hanya mampu dilihat. Mengapa
kamu harus seperti langit abu-abu, kabut, angin, atau asap?
Aku tak pernah tau kapan penantian ini akan sampai pada
titik jenuh dan menyerah. Aku tak pernah paham apa yang menguatkan aku untuk
tetap mengharap. Bagaimana rasanya menjadi kamu? Dinanti, diharap, di kagumi
dalam sebuah kerahasiaan yang tertutup rapat. Aku ingin tau. Apa aku tampak
bodoh dari pandanganmu? Jangan beri aku kebahagiaan semacam itu. Kecil, tak
banyak, namun berkali-kali. Sebab lagi dan lagi itu menambah kekuatan pada
benteng pertahananku. Adakah sedikit tentang aku yang kau ketahui?
aku tak pernah benar-benar lelah. Hanya terkadang rasa lelah
itu singgah. Jangan salahkan aku tentang rasa ini. Sebab siapa yang mampu
menyuruh perasaan untuk datang, pergi, atau sekedar mampir? Aku rasa tidak ada.
Aku ucapkan selamat kepada debu dan rindu, karna mereka
begitu banyak hingga mampu membuatku sesak. Aku ucapkan selamat kepada peluh,
yang entah barapa kali menetes tetapi tak lelah mendamba. Dan ku ucapakan
selamat kepada luka, sebab tak mengeluh meski perihnya semakin menjadi.
jadi, aku memang tak pernah benar-benar paham. Yang aku tau,
semua ini mengatas namakan kamu.
Ya. Kamu.
Ditulis oleh : Nidya Amalia (@nidyaams)
Pada : Rabu, 16 Mei 2012.
Terinspirasi dari : Desy Luthfi M (@echiill)
Yap. tulisan diatas gue tulis buat Echil. karna ceritanya tentang Echil.
see yaa ;)
Rabu, 16 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar