Malam ini indah. Seperti biasanya bagiku malam tak pernah buruk. Sekalipun sebenarnya
ia tengah murka. Sampai bintangnya malu menampakkan diri. Padahal aku selalu
saja merindu pada bintang. Entah sinarnya, entah indahnya. Atau mungkin keduanya.
Aku
sudah 8 tahun mengisi celah kehidupan semesta ini. Aku memang selalu
menghabiskan beberapa saat sebelum tertidur untuk bercengkrama dengan langit.
Di temani Adipati. Kakak laki-laki terhebatku sejagad raya. Dia 10 tahun lebih
dahulu melihat dunia dan langit sebelum aku.
‘Adipati, apa kau lihat bintang itu?’
‘yang itu?’
‘iya, yang paling terang itu.‘
‘iya, aku lihat. Lalu kenapa?’
‘dia berkata apa tentang masa depanku?’
‘eumm tunggu, biar aku memperhatikan isyaratnya duhulu.’
Adipati menyipitkan matanya. Ia seperti sedang menelaah ribuan bahasa yang
disampaikan bintang melalui kedipan sinarnya. Aku hanya memperhatikan setiap
raut wajahnya. Walau sebenarnya aku menyimpan rasa ingin tahu yang tinggi.
Adipati membuka matanya seperti semula, tak lagi sipit. Mimik wajahnya seperti
menyimpan rahasia menakjubkan tentang aku.
‘dia berkata apa?’
‘bintang itu bernama Alpheratz, Adinda. Dia bagian dari rasi Andromeda. Ia paling terang di galaksi Andromeda. Dia dikelilingi tiga bintang lainnya. Dia berkata padaku, jika dewasa nanti kau bisa saja lebih bersinar dibandingkan bintang manapun. Asalkan.....’
‘asalkan apa?'
‘asalkan kau harus mampu menyinari sekitar mu terlebih dahulu. Maka segala konspirasi alam akan menyatu di kemudian hari untuk selanjutnya menerangi kamu, bahkan ketika dunia sudah tak lagi memiliki cahaya.’
‘bagaimana caranya? Apa aku harus memberi lampu obor atau kunang-kunang dalam toples pada setiap orang, Adipati?’
‘bukan begitu, Dinda. Cahaya yang dimaksud bukan berupa benda. Melainkan perbuatan baik. Percayalah, apa yang kau berikan pada makhluk lain, maka itu yang akan kau dapatkan. Bahkan dalam keadaan berlipat ganda. Kau hanya perlu memulainya dari diri sendiri. Sekecil apapun.’
‘begitukah? Alpheratz menjanjikan itu?’
‘tentu saja.’
‘kalau begitu, mulai besok pagi. Bahkan ketika detik pertama mentari naik ke permukaan, aku akan mulai mengumpulkan cahaya-cahaya kecil kebaikanku, yang semoga saja dapat menerangi masa dewasaku dengan cahaya yang mengalahkan seluruh bintang di galaksi Andromeda sekalipun.’
Adipati
aku anggap seperti ahlunnujum. Kau tahu itu apa? Ahlunnujum adalah seorang yang
pandai meramalkan sesuatu dengan cara melihat bintang.
Kini
usiaku bertambah 10 tahun. Aku memasuki masa dewasa. Dan aku paham maksud
Adipati kala itu. Alpheratz tak menyampaikan apapun, itu hanya penyampaian
Adipati untukku saja. Aku bersyukur pernah menganggap Adipati sebagai
ahlunnujum, walaupan sebenarnya tidak. Dan mempercayai kalau Alpheratz benar-benar
berkata demikian. Sebab perkataan Alpheratz yang disampaikan Adipati kala itu
aku terapkan sampai aku beranjak dewasa. Aku menebar cahaya perbuatan baik
seumur perjalananku menuju dewasa. Dan tahukah? kini aku lebih terang dari bintang
manapun di galaksi Andromeda. Segala perbuatan baikku berbalik kembali padaku. Segala
perbuatan baik yang aku tebar, kini sedang aku tuai. Jadi, kapan giliranmu?
With
love,
Nidya
J
0 komentar:
Posting Komentar