Minggu, 23 Desember 2012

Lagi-lagi Rindu, Lagi-Lagi Kamu


Aku mengepal telapak lebih erat.
Menyatukan keduanya sampai melekat.
Entah kenapa malam ini begitu pekat.
Aku nyaris hypotermia. Beku.
Sekujur tubuhku layaknya dihujam ribuan jarum.
Aku menggigil. Aku ingin pelukan. Dekapan.

Aku meriang sembari pilu menahan rindu.
Sejujurnya, ini bukan tentang suhu udara yang menusuki tubuhku.
Tetapi tentang rindu yang perlahan ingin membunuhku.

Ini bukan tentang perasaan yang tersisa atau tertinggal.
Tetapi ini tentang dia, yang tak pernah merasa ada dalam karyaku.

Padahal, segala hal tentangnya begitu hidup.
Begitu nyata. Segalanya.

Hey! Aku rindu.

Iya, lagi-lagi rindu, lagi-lagi kamu.
Selalu begitu.


Malam hari di puncak.
231212.
Nidya J
        

Kamis, 06 Desember 2012

Hilang




Kehilangan ini yang menikam aku semakin dalam.
Menyiksa aku dalam ketidakkaruan.
Aku...ditikam kenyataan.
Tentang sebuah perjalanan dan kenangan.
Aku nyaris sekarat akan rasa haus yang menyerang.
Rasa candu yang terlanjur membabi buta.
Aku di incar rasa sesal. Sial!

Aku yang kini telah buta akan arah.
Kemana selanjutnya aku menepi?
Sekedar ingin meluapkan rindu yang menusuki hati dengan belati.
Beri aku jalan pergi.
Aku tak ingin kembali.
Justru aku ingin berlari.
Membunuh rasa ingin untuk memelukmu dari nurani!

Apa perlu aku menuju tepi pantai dan berteriak pada mentari
bahwa aku ingin semua tentang kamu lekas mati?
Apa perlu aku mencumbu masa lalu yang aku tinggal pergi
bahwa aku ingin kembali untuk kesekian kali?
Perlukah aku menyayat nadi agar kamu bisa cepat pergi dan berlari?

Aku....
Yang menaruh setumpuk rasa cinta
pada satu-satunya kamu yang membuat aku buta.
Aku.....
Yang tertunduk pada rasa butuh
yang tertawa puas menyaksikan aku terlanjur buntu.
Dan kamu!
Si keparat yang membuat aku nyaris sekarat!
Aku ucapkan selamat.
Pada keberhasilanmu memenangkan hatiku hingga begitu melekat.
Kepada kamu....yang kini telah hilang.
Akan ku kenang.


Bekasi. 261112.
My beloved room.
Nidya :)

Benci


Tahukah?
Aku benci sulit melangkah
Aku benci membasuh kenangan
Aku benci menoleh ke belakang
Aku benci kamu tak lekang!

Aku benci merasa candu
Aku benci menangis pilu
Aku benci menahan rindu
Aku benci semua itu!

Aku benci pada kehilangan
Aku benci menumpuk harapan
Aku benci di kecewakan

Dan yang terakhir
Aku benci...
Sebab tak kunjung membenci kamu....


Dikelas, Pelajaran B.Indonesia.
Bekasi, 7 November 2012.
Nidya :’)

Senin, 05 November 2012

Cinta Atau Bodoh?


Pernah ngga? Kamu..ngerasa sesak karna nahan rindu yang nyaris meluap? Tapi...kamu ngga bisa berbuat apa-apa. Selain sibuk mengais masa lalu saat kamu sama dia.

Ya...dia. dia yang sekarang terlanjur sibuk sama dunia barunya, bersama orang baru, yang udah pasti bukan kamu.

Kamu Cuma bisa bungkam, diam, dan bertahan dalam kepura-puraan. Seolah-olah kamu baik-baik aja tanpa dia, padahal....tanpa dia, kamu nyaris mati rasa. 

Dalam keadaan geming seperti ini, aku tau, rasanya dunia jadi menyempit. Karna semua kebahagiaan yang menghidupi kamu, yang mampu ngukir tawa lepas di bibir kamu selama ini, justru pupus. Terenggut sosok baru yang membuat pkiran kamu jadi buntu.

Tapi kamu bisa apa? Cuma bisa diam kan? Cuma bisa pura-pura rela? Karna sebenarnya kamu sadar, selama ini....kamu ngga terlalu penting buat dia. Yaa...meskipun dia segalanya buat kamu. Anggaplah dia semesta bagi kamu, tapi kamu...Cuma satu bintang dari jutaan bintang yang pernah dia lihat. Sayang....kamu berada dalam perbedaan rasa. Antara benar-benar cinta dengan perasaan sekedar butuh. Miris. Perbandingan rasa itu terlalu jauh.

Kamu sadar, kamu udah terlalu sering nampung air mata dia karna sosok lain. Ngukir tawa dia setelah dia sesak menangis pilu di bahu kamu. Tapi saat dia bahagia? kamu liat dengan jelas dia tertawa lepas, tapi bukan dengan kamu.

Ah, aku paham. Kamu udah benar-benar ngga peduli ini tulus atau bodoh. Ini cinta atau terpaksa. Dia tak punya hati atau tak punya otak. Yang kamu tahu ini cinta dan butuh. Jika cinta memang harus mengukir luka sedalam ini, aku yakin kamu cuma berharap, di akhir cerita...ada kebahagiaan yang luar biasa. Bukan mempermasalahkan sebuah balasan, hanya saja....kamu meminta bentuk penghargaan. Atas setiap lelahmu untuk dia. Sadarkah? Aku ingin bertanya. Apa...dia meminta? Tidak kan? Jadi menurutku, meminta pengharapan untuk di hargai dalam gundukkan ketidakpeduliaan, hanya membuang waktu saja. 

Aku tahu, ini bukan bicara tentang luka atau lelah. Dan aku tau kamu tersesat karna tak kunjung bertemu pada titik menyerah. Tapi pahamkah? Sesuatu yang semu, tak layak di tunggu. Jadi berhentilah bersikap lugu.

Detak nadimu, tak berhenti berdetak hanya karna dia tak menjad milikmu.
Jadi....perhitungkan semuanya atas dasar luka, lelah, dan balasan.

Bekasi  41112.
Nidya )

Ini Tentang Rindu



Disini sedang hujan,
turun jutaan titik air yang bertemu pada permukaan bumi.
Membentuk melodi gemericik yang menyeret suasana hati pada kerisauan
Rasa tak tenang dalam bentuk gelisah.
Karna rindu ini yang membuat resah.

Lagi dan lagi, aku bicara tentang rindu.
Satu rasa yang mampu membuat aku sulit untuk terlelap.
Yang membuat aku enggan untuk bergerak.
Perasaan yang bila aku pendam membuat sesak.
Tapi untuk diungkapkan....tertutup gengsi yang sangat rapat.

Rindu memang merepotkan.
Dia menjebak!
Menjebak aku dalam ketidaktahuan harus berbuat apa.
Membuat aku risau tak karuan.
Ah...mengganggu!

Aku sedang menerka.
Apa disana kamu memikirkan aku?
Tanpa sedikitpun terlintas hal tentang dia.
Sial! rindu ini yang membuat aku sulit melangkah maju.
Jadi salahkan saja rindu, bila bagimu aku mengganggu.
Bila menurutmu aku membuang waktu menunggu kamu.

Timbul pertanyaan besar bagiku
apa...rindu pantas dibilang luka?
Sebab rindu terasa menyiksa.
Mungkin karna rindu ini tak sempat terucap.
Atau karna...ini rindu yang tak tersentuh jemari pada pesan singkat?
Adakah yang bersedia menjawab?
Payah...semuanya bisu ketika bicara tentang rindu.

Ini rindu yang malu-malu.
Tertumpuk rasa ragu untuk mengaku.
Aku merindu melihat tingkah lucumu.
Atau sikap lugumu yang ternyata....palsu.
Rindu pada gurauanmu sekedar untuk menghibur aku.
Dan kamu memang keparat!
Semua itu membuat aku candu!
Candu pada kehadiran sosokmu!
Tiba-tiba saja kamu berlalu.
Menjauh. Dari aku.
Yang jelas saja kepergianmu membuat aku menunggu.
Sekian waktu telah terlewat. 
Tapi kamu masih tak nampak.
Sampai aku nyaris sekarat!

Ya....kali ini aku bicara tentang rindu
 yang mengatas namakan Kamu.....
Bekasi, 051112.
Nidya :)

Senin, 08 Oktober 2012

Luka? Bosan!



Tahukah?
Aku bosan bicara tentang kamu, dia, atau mereka

Sadarkah?
Aku muak pada kamu, dia, dan mereka

Pahamkah?
Sebab kalian sama
Tak paham duka hanya ingin bertemu tawa

Bolehkah aku buka kembali?
Lembar yang bagimu sudah berakhir
Namun tidak bagiku

Aku ingat saat kamu merajuk
Menjadikan aku pusat kesalahan
Memaki aku dengan kasar
Setelah itu...
Membaik

Aku ingat saat kamu melepasku
Tak terkendali lalu pergi tanpa rasa bersalah
Meski aku tersedu kamu acuh
Meski aku kecewa kamu tidak

Dan ingatkah bagaimana setelah itu?
Kamu kembali
Lagi
Selalu begitu
Muak!


Berbekal maaf dan sepotong janji
Aku luluh terbuai ucap

Setelah itu
Kamu pergi lagi
Kesekian kali
Aku pikir akan kembali
Salah

Jadi, Ini luka?
Ah, aku bosan!

Bekasi. 71012
Kamar
Nidya J

Bicara Tentang Setia


Apa kau lihat sepasang merpati itu?
Yang bertengger manja pada atap gereja
Apa kau lihat dia mendua?
Membagi cinta pada pujangga

Apa yang kau pahami tentang setia?
Ajari aku!
Maka aku
Akan melanggar

Apa yang kau dapat dari setia?
Luka? atau bahagia?
Indah? atau nestapa?
Syukur? atau sesal?
Jelaskan padaku!
Maka aku
Akan berpura tak paham

Apa yang kau tahu tentang setia?
Ceritakan padaku!
Maka aku
Akan menutup telinga



Bekasi, 71012
My Beloved Room.
Nidya
J

Sabtu, 08 September 2012

Lalu Untuk Apa?


Saat ini aku layaknya tertatih tanpa sanggahan. Aku melemas tanpa penyemangat. Dinding rapuh ini menopang punggungku yang masih tersisa hangat bekas pelukanmu. Aku menyandarkan diri, yang ku rasa....sudah tak ada arti lagi bagimu. “Lalu untuk apa?” pertanyaan ini yang melulu aku pertanyakan. Aku menanyakan pada zat yang tak menjawab. Angin saja hanya berdesis. Menusuk roma yang merindu pada sentuhan. Terutama kamu.


Sekian waktu, aku bertaruh menghempas rasa sakit jauh-jauh agar tak lagi ku rasa. Aku berjuang mengembalikan kepercayaan yang telah aku luluh lantahkan. Padahal aku sendiri yang membangunnya. “lalu untuk apa?” sebab semua usaha itu hanya memberi hasil yang singkat. Tak bertahan lama. Lalu melebur lagi. Rapuh.



Sekian kali, aku mendapati pisau belati menusukku dari belakang, dan ternyata itu tusukkan yang berasal dari jemari manismu yang lembut itu. Aku hanya melepasnya perlahan. Setengah mati menahan sakit. Sekedar ingin tampak baik saja pada pandangan anggunmu. Pandangan kamu, yang selalu aku nanti. Terutama saat kita bertemu pandang. Ah, aku rindu sensasi itu. “lalu untuk apa?” merasakan sensasi itu, tapi hanya ada pada satu pihak.



Berkali-kali. Kali ini aku tak menggambarkan satu pihak. Ini tentang aku dan kamu. Ya, aku dan kamu. Yang tentu saja bukan kita. Berkali-kali aku dan kamu megalahkan ego masing-masing hanya untuk meredam emosi pada amarah milik sendiri. Menyembunyikan sikap manja agar tampak sebagai sosok yang siap di cinta. Mengurai janji lelucon yang sialnya tak lenyap dari ingatan. Itu semua pernah aku lewati, tentu saja bersama kamu. Tapi ingat, bukan kita yang melewati. “lalu untuk apa?” melewati semua itu tapi tak mengubah semuanya sesuai dengan harapku.



Kamu menjawab pada secarik catatan yang sengaja di buat untuk aku. Disana kamu berkata:


“jangan memaksa Tuhanmu untuk menjawab. Jangan mendesak Dia dengan tuntutan. Sebab aku yakin, Dia lelas atas kalimat ‘lalu untuk apa?’ yang terlampau sering kau ucap dalam percakapanmu dengan Tuhan. Jangan menyalahkan apa yang telah terjadi. Ini baru terjadi, bukan berarti  ini garis akhir atas semua yang kau gurat dalam perjuanganmu yang lelah itu. Apa kau tahu? Di luar sana, banyak yang lebih lelah dan lebih berjuang di bandingkan kamu, tapi mereka tak memaki keadaan layaknya dirimu. Aku ingin semua itu, semua yang pernah kau lewati khususnya bersama aku, mampu mendewasakanmu. Bahwa tak selamanya cerita berakhir indah. Bahwa tak selamanya kau temui akhir dari cerita. Sebab ini hidup, yang ceritanya berakhir ketika nyawa melarikan diri dari raganya. Bukan sebuah film, yang ceritanya berakhir apabila skenario telah usai  pada lembar terakhir. Jadi, berbahagialah dengan lukamu. Buat kamu tak kalah atas rasa sakit. Sebab perlu kau ingat, satu kali lagi, biar aku perjelas, ini hidup, bukan sebuah film. Tak selamanya yang kau anggap akhir, adalah sebuah akhir.”

Aku hanya tersenyum. Menjabarkan setiap kalimat rumitmu dan merumuskannya dalam satu kalimat. Yang sengaja aku sembunyikan dari indra milik siapapun kecuali Tuhan, jadi hanya ku ucap dalam hati saja. Lalu aku terlelap bahkan tak sempat mengucapkan selamat malam, pada bulan cantik yang temaram. 
 
Bekasi, 08-09-2012.
Nidya :) 

Jumat, 17 Agustus 2012

Lelaki Dengan Dua Tangkai Bunga


Tulip menatap punggung Lelaki yang setengah mati menahan luka. Menahan diri agar tak ada air mata yang tumpah di hadapan dua wanita itu. Lalu Tulip tak mampu lagi memendam amarah pada Lili.
 
“jangan memaksakan cinta yang tak lagi ada untukmu!” bentak Tulip. 
 “diam wanita jalang! Dia milikku! Tetap milikku. Dia mencintai aku setulus hati!” sanggah Lili.
“aku jalang? Hah... lalu kau apa? Liar?” Tanya Tulip. 
“kau perusak atas segala kebahagiaanku! Kau perebut atas segala hal milikku! Tak tahu malu!” Jelas Lili sambil menghapus air mata amarah pada pipi merahnya. Ia murka.
 
“apa aku tersangka? Aku dipilih, bukan memilih. Sadarkah sikapmu seperti apa? Seperti bunga tanpa tangkai di tepi jalan yang kering. Mengharap air yang jelas tak ada pada gurun. Lelaki tak bisa menyirammu lagi dengan cinta sekedar menyegarkanmu. Sebab cintanya telah surut dan larut atas sifatmu. Perlu ku ambilkan sebilah pedang? Agar kau melihat bayanganmu disana? Mengemis cinta bagai paras tak bertopeng!” Kata Tulip.
 Tulip tampak menahan diri. Agar tak meluapkan semua amarah pada Lili. Hanya sesekali menghela napas agar amarah Tulip tak meluap tanpa kendali. Sebab dia memikirkan Lelaki. Yang terengah kelelahan menyembuhkan luka seorang diri. Lelaki hanya menyaksikan pertengakaran dua wanita itu yang terjadi akibat dia. Menyudutkan diri dibalik jendela. Tak mampu melerai sebab darah telah mengalir banyak akibat luka yang kian menganga. Luka pada hati Lelaki yang sengaja di sembunyikan. Agar tak menarik perhatian terhadap dirinya yang kesepian.
“jangan paksa Lelaki mencintaimu lagi! Jangan paksa dia kembali padamu! Dia tak lagi bisa!” seru Tulip pada Lili yang membenci Tulip setengah mati.
“Apa yang kau tau tentang cinta? Kau memiliki cinta karna kau merebut! Tak pernah kau memiliki cinta yang benar-benar datang untukmu bukan? Lalu kau merasa menang karna berhasil merebut? Dasar pecundang!” Ucap Lili dengan senyum sinis yang terukir di wajahnya.
Ucapan Lili benar-benar meninggalkan rasa sakit pada hati Tulip. Tulip melemas karna ucapan yang mencabiknya itu. Menatap Lelaki yang tulip rasa....datang sendiri tanpa pemaksaan dari Tulip. Lalu mengapa Lili tetap berkata bahwa Tulip telah merebut? Mengapa Lelaki sampai hati membiarkan Tulip mendapat anggapan seperti itu?Tiba-tiba saja perasaan marah dan kecewa mampir pada nurani milik Tulip. Membenci Lelaki dan enggan lagi peduli terhadap luka milik Lelaki.
“dengar wanita Murka... aku tak pernah memaksa Lelaki untuk mencintaiku! Dia datang tanpa aku undang! Bagaimana bisa kau bilang aku perebut? Dia yang datang padaku! Sekali lagi dia yang datang padaku! Kau tau karna apa? Karna lelah atas sikapmu itu!” Sayang, Tulip lepas kendali.
“kau perebut!” singkat Lili.
“aku-tak-merebut!” Tegas Tulip.
Lelaki menopang dirinya untuk berjalan hingga sampai di belakang Tulip. Berjalan perlahan dengan sedikit menyeret tubuhnya yang menahan sakit. Lalu merangkul Tulip dengan tangan kanannya. Tulip acuh tak acuh. Sebab kecewa dan marah terlanjur mengusai dirinya.
“Pergilah...cari yang dapat membahagiakanmu. Namun bukan aku. Sudah cukup aku membuatmu bahagia selama ini. Aku mencintai Tulip atas kehendak hatiku sendiri. Otakku saja tak mampu mengendalikan perasaan. Jadi jangan kau salahkan Tulip. Aku ingin bersama dia. Ingin dia yang selanjutnya menjadi pendampingku. Tulip, bukan kau, Lili.” Ucap Lelaki sembari melindungi Tulip dalam dekapannya yang dipererat.
“Kau lihat? Aku menang. Aku tak jalang. Tak perusak. Juga tak perebut. Lalu siapa yang lebih layak disandang sebagai pecundang?” tanya Tulip.
“Bukan aku.” jawab Lili. Lalu pergi membawa perih, luka, dan kecewa.

 
Bandung. Malam hari. 30-06-2012
Nidya :)


Senin, 02 Juli 2012

Terimakasih....



Terimakasih atas setiap peluh yang jatuh atas namaku
Terimakasih atas semua lelah karena aku
Terimakasih atas semua rajutan cerita bersamaku

Terimakasih atas semua hal yang kamu beri teruntuk aku
Sekedar menyenangkan aku
Lalu lagi dan lagi aku berlalu seperti sedia kala

Maaf
Aku harap kamu tak jenuh pada kata itu
Kamu tak bosan atau bahkan terlanjur enggan mendengarnya
Sebab aku teramat sering meminta maaf tanpa perubahan

Pergi
Terbiasa bukan akan kata itu?
Berteman dengan kepergian
Meski akhirnya aku kembali
Muak?
Terserah...


Aku berterimakasih tanpa membalas
Tak tau diri?
Memang...

Terimakasih untuk setiap waktumu yang terbuang karena aku
Atas setiap emosi yang meluap karna tingkahku
Atas semua hal
Apapun itu
Yang terjadi karena aku

Terimakasih....


Bekasi. 08-06-2012.
Nidya :)
di tulis untuk seseorang yang menurut saya....tulus O:')

Sabtu, 30 Juni 2012

Tuhan, Inikah Aku?



Selamat malam Tuhan. Aku tau engkau sibuk, namun aku juga tau engkau tak pernah acuh terhadap manusia-Mu. Bolehkah aku meminta waktu-Mu untuk bercerita? Sebentar saja.


Aku hanya sedikit asing pada diriku sendiri. Aku merasa seperti menjadi sosok lain, tapi ini tubuhku. Aku tak lagi mengenali siapa aku dan bagaimana aku. Apa kau tau karna apa? Karna hal yang selama ini aku tertawakan. Ini lucu. Belum pernah aku seperti ini. Terbelenggu dalam perasaan tak menentu. Hanya karna lelaki itu, Tuhan. Lelaki yang Kau izinkan masuk ke dalam hidupku. Dan sekarang telah mampir pada hatiku. Ah, kenapa dia? Bagaimana bisa? Ini aneh.


Segala hal yang dahulu tak ku suka dari lelaki itu, kini menjadi hal wajar bagiku. Setiap ucapannya tentang bagaimana aku dimatanya meletup keluar dari ingatanku. Pernyataan konyol kalau di menyukaiku juga tak lekang hilang, Tuhan. Aku ingat semua pertengkaran itu, pertengkaran antara aku dan dia hanya karna dia selalu menuntutku untuk tersenyum! Dia memang aneh, tak wajar atau tak normal aku sudah benar-benar tak peduli. Sebab aku nyaman atas cara dia memperlakukanku. Hilang, terasa hilang bila sehari saja tak ada cerita yang tercipta antara aku dengan lelaki itu. Aku menjadi candu, candu terhadap kehadiran dia.


Aku tak pernah benar-benar jatuh sampai sejatuh ini. Tak pernah kalut separah ini. Ini kali pertama aku di buat yakin atas perasaanku. Aku selalu takut, lalu bagaimana cara dia mengubah rasa takutku menjadi sebuah keberanian kecil untuk menyukai?


Dia mampu meredam semua api amarahku ketika menyala. Selalu saja mampu menjadi air yang tenang, bahkan ketika aku lepas kendali atas rasa lelah. Ah Tuhan, aku ingin mengaku, aku menyayanginya. Pengakuan ini antara aku dengan-Mu saja. Sebab aku tak punya keberanian untuk mengakui ini pada lelaki itu. Aku tak ingin berjuang untuk dia, aku ingin dia berjuang untuk aku. Tapi suatu hari nanti di saat aku dan dia menjadi ‘kita’ aku berjanji, aku akan berjuang untuk ‘kita’, aku dan dia. 

Aku di buai keindahan rasa. Bagaimana aku tak menganggap segala pembatas antara aku dan dia. Tahukah Tuhanku? Aku berbeda, berbeda Tuhan dengan Lelaki itu. Meski aku yakin Tuhan tetap satu. Apa peduli aku? Masa bodoh atas perbedaan nyata macam apapun itu. Selama aku bahagia, tak ada yang perlu aku permasalahkan. Sebab candu ini telah membabibuta. Aku ingin dia. Benar-benar ingin. Tolong Tuhan, simpan dia untukku. Untuk menjadi yang pertama.

Dia. Yang mengajari aku tentang luka. Menuntut aku tak takut akan rasa sakit. Sebab katanya, aku harus merasakan agar tahu cara menyembuhkan. Dan ku harap, bukan dia yang memberi luka, hanya karna dia ingin membuat aku berani.

Ini tentang dia, Tuhan. Lagi dan lagi. Tentang dia. Yang membakar habis semua waktuku untuk menyulam senyum atas dirinya. Terdakwa atas perasaan rinduku yang terpenjara. Tersangka atas keinginanku untuk memiliki. Karna aku, sungguh menginginkan dia.....

Selamat malam Tuhan, aku tengah bergegas untuk terlelap. Bermain dalam mimpiku, yang ku harap ada dia.





Bandung. Langit Jingga. 30-06-2012.
Nidya :)
Inspired By: seseorang yang namanya enggan dipublikasikan
so...ini tentang orang lain guys ;)

Sabtu, 23 Juni 2012

Social Class..... This is My Choice!

Haaaaayyyyy ;)

Akhirnyaaaaa, setelah nyaris satu bulan Blog gue terbengkalai, malam ini bisa gue belai lagi :3
kenapa baru gue belai? you know? gue terlalu banyak simpenan, terlalu banyak :') dan gue ngga pernah bisa adil ngasih waktu dan perhatian.
simpenan account gue yang lain maksudnyaaaaa. kaya twitter, heello, facebook, atau skype ._.

so, hari ini gue mau cerita. tentang gimana parahnya gue dalam pengambilan keputusan.
gue emang selalu gitu. plin-plan, terlalu nebak-nebak dampak dan efek, terlalu takut kecewa/nyesel, dan.....teramat sangat "engga" konsisten sama keputusan yang udah gue ambil.

contohnya kaya satu semester ini nih. gue di bikin galau setengah mpussss -_- antara milih IPA/IPS?
yaps. gue duduk di bangku SMA yang otomatis dari zaman gue masih 4L4Y udah ada yang namanya penjurusan. kalo sekolah-sekolah yang tergolong unggulan biasanya ada tiga penjurusan; IPA, IPS, atau BAHASA. cuma karena sekolah gue itu.....euuummmm favorit seeeeeee-kecamatan. jadinya dari zaman presiden masih Ibu Megawati Soekarno Putri penjurusannya cuma ada IPA sama IPS.

nahhhh...... gue yaaaa... gue.....minatnya ke IPS. cuuumaaaa..... gue takut salah gaul yang nantinya jadi kegaulan yang beda-beda tipis sama 4L4Y -_- eh bukan-bukan, maksud gue, gue takut bergaul sama lingkungan yang ngga semestinya buat gue ada di pergaulan kaya gitu. ya ngertilah maksudnya apa. emang ngga semua orang kaya gitu. dan emang setiap orang punya gaya hidup masing-masing yang bikin diri sendiri ngerasa confert. nah...karna masing-masing gaya hidup itu yang bikin gue ngerasa takut kalo gue iseng nyoba-nyoba gaya hidup yang belum pernah gue coba. oke! sorry kalo bahasa gue terlalu ribet, atau lebih tepatnya berusaha gue bikin sehalus mungkin. karna gue ngga mau blog gue nyinggung readers gue siapapun dan dimanapun itu O:)

pas awal semester II gue selalu bilang ke temen-temen gue kalo gue maunya masuk IPS. tapi....yang unggulan. kalo ujung-ujungnya gue masuk IPS reguler, mending gue masuk IPA reguler aja sekalian sekalipun gue enek sama angka. dan temen-temen gue selalu ngasih support dengan bilang:

"ya ampun Dhi, lo pasti bisa kok masuk IPS unggulan." -Ruth
"menurut gue lo bisa Dhi masuk IPS unggulan" -Audina & Lia
"pasti bisa Dhi masuk IPS unggulan. usaha! doa!" -Febby
"udah Dhi. kan Dhidy maunya masuk IPS. semoga masuk yang unggulan. berdoa Dhi, usaha..." -Dian

dan lain-lain yang mungkin gue lupa hehe maap ._.

support kaya gini emang ngebantu banget {{}}
cuma kadang gue terlalu takut terbang tinggi, kalo gue gatau akhirnya bakal kaya gimana. gue bisa bertahan terbang atau justru jatoh ke darat??? ah...itu pasti sakitttt :'''''

tibalah angket penjurusan di bagiin ke murid-murid. gue ngebuletin tulisan IPS. nyokap gue juga. kenapa gue ngga minta ke bokap? karna bokap maunya gue masuk IPA. gue ngumpulin angket itu telat ke KM gue karena galau gue yang udah stadium akhir itu. sampe data penjurusan gue ngga ada di pendataan sekolah. gapapa bangetttttt.......

gue minatnya ke IPS. cuma lagi dan lagi gue takut salah pilih temen. dan kampretnya  temen-temen sepermainan gue mayoritas milih IPA! yekan gue berasa ngga ada temennya -__- makin takut deh tuh gue. belum lagi image IPS yang dari dulu 'emang agak kurang' bagus. galau gue semakin naik stadiumnya menuju koma. bahkan sampe -beberapa menit sebelum pengambilan rapot di Wali Kelas gue, gue masih bingung mau ngambil apa. dan hari ini, Sabtu, 23 Juni 2012. sekolah gue pembagian rapot. gini ceritanya....

nyokap gue dateng dan ngambil nomer urut.  dapet nomer urut 28 dari 45. gue ngeliat rangking gue di papan tulis. dan.......anjrit! rangking gue belas-belasan-_- ini rangking paling jelek seumur hidup! karena seumur hidup biasanya gue masuk 10 atau 5 besar. otomatis gue ngga dapet PMDK dan nyokap gue langsung bete sama gue -_- sampe akhirnya nomer 28 di panggil WaLas gue buat maju ke depan meja guru.

Ibu Wati : "Nidya ya bu? sebentar. *ngambil rapot gue* ini Bu." 
Ibu Gue : "*ngebuka rapot gue* kok penjurusan Nidya ngga di tulis di rapotnya Bu?"
Ibu Wati : "iya Bu, belum saya tulis. jadi dari nilai akhir Nidya masuk IPA. cuma Nidya milih IPS. jadinya gimana Bu?"
Ibu Gue : "anak saya plin-plan Bu. maunya ke IPS. cuama kadang pengen ke IPA. kalo IPS dia maunya yang unggulan."
Ibu Wati :"iya, dari kemaren-kemaren juga Nidya nanya terus ke saya tentang IPS unggulan. jadi Nidya fix-nya ngambil apa Bu? kalo di rapot udah saya tulis jurusannya ngga bisa saya tipe-Ex lagi Bu."
*deg! gue galau!*
Ibu Gue : "saya terserah Nidya aja Bu. toh dia yang bakal ngejalalnin."
Gue : "kalo saya bisa masuk IPS unggulan, saya milih IPS Bu."
Ibu Wati : "bisa kok kamu IPS unggulan."
Gue : "bener Bu?????"
Ibu Wati : "iya bener. bisa kok. jadi gimana?"
Gue : "yaudah, kalo bisa masuk IPS unggulan saya IPS aja Bu IPS."
Ibu Wati : *nyoret tulisan IPA & Bahasa dan ngebiarin tulisan IPS tanpa coretan*





nah.....akhirnya gue ngambil jurusan IPS karena janji Bu Wati yang bilang kalo gue bisa masuk IPS unggulan. mudah-mudahan.......Bu Wati ngga PHP-in gue ya Allah Aminnnn :')
dari pada di PHP-in Bu Wati tentang kelas, gue lebih milih di PHP-in cowok!

dan sekarang.....gue sedang menanti janji Wali Kelas gue :')

baca ini yaaaa ---> SEMOGA NIDYA BISA MASUK IPS UNGGULAN YA ALLAH. AMIN.

Terimakasih.
Bye <3

Selasa, 29 Mei 2012

Lelah, Luka, Sendiri, Entahlah....


Aku tertawa menangis siapa peduli?
Hanya duri yang tertancap sementara
Lalu hilang entah kemana

Lidah membeku
Mengurai tanya yang menyeruak
Di hujani emosi yang tak tertampung
Mana pundak yang bersedia ku sandari?
Ah sayang, semua pundak telah termiliki
Lalu aku?
Terasing dengan luka yang kian menganga

Aku benci sepi
Apalagi sendiri
Tapi disini aku tak berkawan
Sebab aku memilih menyelinap pada sunyi
Karena sedang tak ingin mengenal riuh atau ramai
Sendiri saja aku lelah

Lalu luka? Apa tercipta untuk dibagi?
Ku nikmati sendiri
Siapa tahu esok pagi aku dewasa

Ada kupu menaruh madu pada putik
dia tak berkawan
dia sendiri
merengkuh madu manis pada si cantik

Akupun sendiri
menari pada langit milik nirwana
berdansa dengan melodi
merengkuh beban pada kelelahan
                                                                                                                      
Menuntut aku benci!
Mengeluh aku bosan!
Menangis aku tak sudi!
Mati aku tak siap!

Enyah saja semua tawa
Entah berlari ke arah mana
Terbawa angin atau ombak saja aku tak tahu

Yang aku tahu
Aku terdakwa dari luka yang aku buat
Aku tersangka dari penyesalan milik dia
Sebab aku di anggap paling berdosa
Bagi dia yang mungkin merasa terkhianat

Pasti dia memaki
Memaki aku dari kejauhan
Mengutuk aku tanpa kendali
Angin memberitakan itu padaku senja kemarin

Kenapa tak luapkan saja semua emosi itu?
Kirim dengan suara agar terdera!

Caci aku bila itu menyembuhkan lukamu
Aku tak berberat hati
Sebab oleh aku bukan luka itu ada padamu?

Lelah atas sikapku?
Nikmati saja
Barangkali aku mati untuk di kenang
Siapa yang tahu?

Entahlah, aku lelah menerka-nerka


Bedroom. 28-05-2012.
Nidya  :)

Sabtu, 26 Mei 2012

Burung Gereja di Teras Masjid


Aku mendengar itu
Kicau burung gereja pada teras sebuah masjid
Melompat-lompat pada bumi milik Dia

Aku melihat itu
Para jamaah yang memainkan tasbih di jemari
Membaca kitab suci dengan ketenangan hati

Kamu melihat aku
Memeluk kitab suci dengan pelukan pada dada
Menutup tubuh dengan selendang

Aku melihat kamu
Tersenyum hangat dengan salib pada lehermu
Menggenggam kitab yang tentu saja tak sama dengan kitabku

Dan mereka melihat kita
Seolah kita hina karna menikmati segala hal yang haram
Seperti kita tak layak untuk berjalan
Beriring
Berdua

Katakan pada mereka sayang
Bahwa aku bahagia
Bahwa kita menyatu
Bahwa kita bersama

Perjelas pada mereka sayang
Tentang apa yang kita lalui
Tentang apa yang kita jaga
Tentang apa yang kita pertahankan

Lalu Tuhan
Aku tahu Engkau satu
Aku tahu Engkau tak pernah sibuk
Apakah Engkau menyaksikan kisah kita?
Kisah aku dan dia

Apakah perbedaan harus di permasalahkan?
Apa bahagia hanya ada pada sesuatu yang sama?
Beri tau aku Tuhan
Tentang apa yang tak kita pertahankan
Tentang apa yang tak kita pahami
Sebab aku dan dia bahagia karna menjadi kita
Sebab berbeda yang mungkin membuat kita satu
Aku dan dia



Di kamar. Sebelum tidur. 25-05-2012.
Nidya :)
Inspired By: @putrirahmawti
@samuelandi