Bagaimana
bila menjadi aku?
Dan
bagaimana rasanya bila menjadi kamu?
Aku
hanya berpikir apakah aku pernah mengisi sedikit pikiranmu?
Sebab
nyatanya pikiranku meluap, melebur, melebar, dan meluber semua hal tentangmu.
Ini
tak bisa aku persempit atau aku isi dengan yang lain, tetap kamu yang
mendominasi.
Sudah
ku bulatkan tekad untuk tak lagi mengorek luka juga kenangan tentangmu.
Faktanya
tekadku tak pernah aku bentuk dengan bulat, hanya setengah jadi kemudian hancur
dan lebur.
Aku
bertahan dan belaga kuat dalam keadaan paling lemah.
Aku
bersabar dan bersabar dalam keadaan teramat lelah.
Masih,
masih tentang perubahan sikapmu itu.
Tentang
kamu yang kemudian menjadi asing, bahkan tanpa sebab yang ku tahu pasti.
Ini
membebani. Terutama hati juga nurani.
Aku
masih sibuk mencari cara, untuk mampu meruntuhkan dinding baja acuhmu itu dan
melelehkan gunung es pada hatimu yang sudah membeku sekian waktu.
Masih
memutar otak mencari celah kemungkinan mana yang harus aku tempuh untuk dapat
membuatmu membuka mulut, kepadaku.
Aku
tak peduli tentang resiko, aku tak mau menjadi pencundang yang ciut pada
konsekuensi; apalagi tentangmu.
Aku
meminta sepermenit waktu hidupmu untuk sebuah kejelasan, sebuah kepastian.
Haruskah
aku berhenti berjalan atau terus bertahan?
Aku
tak berminat mencari jalan lain.
Sudah
terlalu jauh untukku pulang.
Sudah
terlalu panjang untuk dengan mudah aku lipat.
Maka
diammu cepatlah usai.
Aku
muak berdiam diri dalam keadaan gusar.
Dan
tak kunjung pula membuatmu sadar.
Tentang
cintaku yang tak juga pudar.
Tentang
aku yang memaksa diri untuk terus bersabar.
0 komentar:
Posting Komentar