Namun kali ini lain cerita, jauh berbeda, benar-benar tak sama. Kali ini mulutku masih sibuk merapal ucapan syukur, punyaimu. Masih sibuk mengucap terimakasih kepada Tuhan, aku dititipkan padamu. Ini memang sudah saatnya aku bersyukur karenamu.
Bila ada yang bertanya bagaimana bisa? entahlah, akupun masih dalam keadaan bertanya pada diri sendiri "bagaimana bisa?"
Bila ada lagi yang bertanya bagaimana prosesnya? semuanya karena tempat lain yang aku tempati tak pernah sama.
Bila lagi dan lagi ada yang bertanya siapakah? jawabannya, dia. Yang dulu hanya aku abaikan, dan sekarang justru aku banggakan.
Jika sebelumnya aku pernah menulis kisah tentang bulan dan mentari, maka aku tegaskan kita bukanlah bulan dengan mentari, ataupun hujan dengan teduh, yang ditakdirkan bersama namun jalannya tak beriringan. Anggap saja seperti bumi dan semesta, aku ada karena kau telah tercipta.
Aku dihadapanmu tak akan banyak berkata manis, tak akan mampu bersenandung indah, aku hanya bisa menyampaikannya lewat tulisan. Ya, seperti yang kau tahu.
Sekali lagi, terimakasih, Sayang...
Ini permintaanmu untuk hadiah dengan nomer urut 10. Pada kupu-kupu kertas berwarna merah; membuat tulisan tentangmu.
Dari aku,
Bekasi, H+1 7613.
0 komentar:
Posting Komentar