Sesekali aku meringis mengeja tangis yang seringkali datang secara magis. Sungguh, aku bukan si lemah yang suka meluapkan emosi sesuka hati lewat tangis. Tapi aku bisa mendadak menjadi sosok yang sangat melankolis saat tentangmu ku sadari tak kunjung terkikis. Kupikir hatiku melucu, sebab cintaku tertuju lurus pada makhluk yang gemar sekali mengukir sendu.
Aku satu butir pasir dari seluruh bagian sisi pantai, aku mendamba hadirmu meski bagimu aku hanya sekedar angin lalu. Atau aku gumpalan awan yang siap sedia berarak di belakang langkahmu, meski menurutmu aku hanya pelengkap langit agar tak begitu sepi juga hampa. Aku ada namun tak kau anggap ada. Kau ku puja namun secara diam dan rahasia. Bukan, bukan rahasia. Seluruh jagad raya tahu jikalau aku sudah terlalu larut dan lama dalam mencinta. Mungkin kau saja yang enggan mengakui aku sebagai salah satu pemuja. Karena kau muak pada aku yang suka sekali bermuram durja. Padahal dunia sudah terlampau tua untuk mengajariku tentang cinta lain yang barangkali sudah tercipta. Tahukah? aku tak bisa.
Aku sebongkah hati yang meminta hak untuk di isi. Oleh penghuni yang memang aku ingini. Mungkin aku memang bagian dari segelintir manusia bodoh yang masih mengikatkan diri dengan erat pada perasaan sedih, karena tak kunjung paham bagaimana cara mengikhlasi yang terkasih bergegas pergi merangkai mimpi bersama hati yang lain.
Dan kamu adalah sebuah kisah lalu yang hadirnya telah menjadikan aku seorang pecandu. Waktuku habis bersamamu maka sepi segera datang karena kepergianmu. Ajari aku, untuk bisa merelakanmu, rasanya aku telah terperangkap pada masa lalu. Sebab sampai detik ini masih sibuk melaju, aku masih dalam keadaan tak mampu. Tak mampu merelakanmu....
Sabtu, 29 Juni 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar