Bekasi, 6 Maret 2013.
Selamat Pagi, Siang, Sore, atau Malam, Calon Imamku. Aku tak tahu
saat kapan kau membaca ini. Aku tidak tahu apa yang menuntunmu sampai dua bola
matamu menjelajah frasa yang ku tulis ini. Yang aku harapkan, kau membaca ini
di saat kau mutlak menjadi imam dari hidupku.
Aku tahu, aku mungkin terlalu dini menulis ini untukmu di
usia menuju 17 tahunku. Namun apa salahnya aku menghidupkanmu dahulu di ruang
imajiku sebelum nanti berwujud nyata. Bukankah usia menuju 17 tahun ini sudah
cukup untuk mulai merangkai--menerka masa depan yang lebih pasti? Tidak hanya
sekedar berstatus kekasih lalu berganti sesuka hati. Meski ku tahu masih banyak
perjalanan yang harus ku lalui. Begitupun denganmu.
Saat ini aku tidak tahu siapa kau, namamu, wujudmu. Jika kau
sedang dipinjam wanita lain untuk dijadikannya kekasih, nikmatilah saat-saat
bermainmu kini. Puaskan masa mudamu untuk menjadi cerita turun-temurun bagi darah dagingmu juga aku kelak nanti. Itupun jika aku dan kamu di beri usia yang cukup panjang.
Sebab siapa yang tahu mengenai panjang tidaknya hidup seseorang kecuali Allah
bukan?
Jika kecenderunganmu masih mendua, dan bermain dengan wanita
lain di balik wanita milikku. Lakukan hal itu sepuas kau sebelum kita
dipersatukan. Sebab setelahnya, aku akan mengajarimu mengenai kesetiaan. Mengenai
merasa cukup dengan memiliki satu.
Aku berjanji akan membentukmu menjadi lelaki hebat. Sesuai
dengan istilah yang berkata; di balik lelaki hebat terdapat wanita cerdas. Jadikan
kesetiaanmu layaknya sejarah Habibie-Ainun di masanya.
Jika sekarang kau masih menuntut ilmu, ku harap kau
bersungguh-sungguh. Sebab anak-anakku nanti membutuhkan seorang Ayah pekerja
keras, berwawasan luas, penyayang, serta bijaksana. Jadilah seperti itu sebelum
bertemu denganku. Jika tidak, aku yang akan menjadikanmu sedemikian rupa.
Cintai aku Lillahita’ala. Aku tulang rusukmu yang diciptakan
Allah untukmu. Dari tulang rusukmu yang berada di bawah kepalamu, agar nantinya kau yang menjadi kepala atau pemimpinku. Berada diatas kakimu, agar aku tak nantinya kau injak-injak. Dan berada disisi tanganmu, agar kau setia
menjaga dan melindungiku lewat dekapanmu.
Jika Allah berkehendak menjadikan kau nyata dalam sejarah hidupku,
bersatulah kita sampai menua. Aku menantikanmu mengadzankan anakku saat pertama
kali melihat dunia. Saat tangisnya pecah mengisi seisi ruangan di timangan kedua tanganmu. Serahkanlah seluruh hidupmu untuk aku juga puta-putrimu.
Dari Aku,
Calon Ma’mum-mu diusia menuju 17 tahun.